Lokakarya Gerakan Perdamaian, Wujudkan Pionir Penggerak Perlawanan Intolerasi

BeritaKalteng.com, Palangka Raya-meningkatnya radikalisasi melalui aksi-aksi kekerasan berbasis agama dan keyakinan di Indonesia, menjadikan sebuah keprihatinan bagi sejumlah kalangan dan lembaga untuk mengkampanyekan nilai-nilai demokratisasi, egaliter, dan yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan keberagaman.

Untuk itu perlu adanya sebuah aksi atau gerakan. Seperti kegiatan Lokakarya Penggerak Perdamaian yang diadakan oleh Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) Wilayah Kalimantan Tengah bekerjasama dengan PARITAS INSTITUTE, PW. GP Ansor Kalteng, dan Gereja Kalimantan Evangelis (GKE) Kalteng.

Yang mana kegiatan tersebut bertujuan untuk mengenal dan memahami berbagai gerakan radikalisme berbasis identitas primordial yang berkembang di Indonesia, serta Belajar dan hidup bersama antar agama sebagai jalan mengurangi kecurigaan antar kelompok yang menjadi dasar bisa saling menghargai dan anti pada tindakan intoleransi.

Membentuk dan membangun kapasitas bagi kader yang bisa melakukan sosialisasi konsep toleransi dan melakukan kampanye tentang hidup di dalam
kebhinnekaan. Hal inilah yang disampaikan Direktur PARITAS INSTITUTE Pusat, Penrad Siagan disela-sela kegiatan Lokakarya yang dihadiri sekitar 35 peserta.

Penrad Siagan yang juga selaku host pusat dalam kegiatan yang dilaksanakan selama 3 hari (tanggal 21-23 November 2018.red) di Hotel Batu Suli Internasional Palangka Raya tersebut menyampaikan, keperihatinan terhadap situasi bangsa sekarang ini, belum lagi radikalisasi-radikalisasi yang masuk kekalangan anak-anak muda.

Mendorong PARITAS INSTITUTE untuk melakukan sebuah gerakan perdamaian, dalam bentuk training-training perjumpaan mentuk menjadi sarana atau ruang berjumpa bagi anak muda yang berbeda agama, berbeda suku, dan etnis. Sehingga pemuda yang hadir bisa saling bertemu, belajar dan saling mengenal.

“kegiatan ini juga bertujuan untuk menyemai perdamaian yang notabenenya akan dilakukan oleh anak-anak muda di daerah masing-masing. Diakhir training ini, kita selalu memfasilitasi para peserta untuk membuat atau membentuk sebuah komunitas dengan harapan komunitas dari anak-anak muda ini kedepanya dapat melakukan aksi-aksi kampaye damai di daerahnya masing-masing” jelas Penrad Siagan.

Dirinya juga menyampikan, pola-pola segregasi hampir sekitar 10 tahun terakhir sampai dengan sekarang ini sangat kuat. Komunutas-komunitas masyarakat Indonesia dibelah, baik berdasarkan agamanya seperti komplek-komplek, kampus-kampus, dan Rumah Sakit.

Sehingga tidak mengenal satu sama lainya dan muncul prasangka serta kecurigaan, hal tersebut tidak menutup kemungkinan akan muncul benih-benih intoleransi. Ketika intolerasi ujarnya menambahakan tumbuh dan dipolitiasi atau dikapitalisasi akan memicu komplik-komplik antar agama.

“seperti yang terjadi diberbagai daerah saat ini. Kita tidak mau generasi bangsa kedepan intolerasi terhadap orang lain. Inslam intoleran terhadap kristen, kristen intoleran terhadap islam, dan sebaliknya dan sebalinya. Media perjumpaan ini kita berharap merupakan sebuah proses atau upaya yang bisa melawan pola-pola segregasi. Kita beharap pemuda khsusunya dapat menjadi pionir penggerak perlawanan terhadap intoleran dan menjadi penggerak perdamaian” paparnya menambahkan.

Disamping itu, Ketua Bidang Agama dan Lingkungan Hidup PGI Wilayah Kalteng Pdt. Elisae Sumandie menyampaikan, PGI Wilayah Kalimantan Tengah mempuanyai tujuan khsusu bagaimana kaum milenial atau generasi muda sekarang bisa hidup berdampingan dengan orang-orang yang berbeda keyakinan atau agama.

“tantangan memang berat, disatu sisi bahwa sekarang teknologi memungkinkan seseorang susah untuk berinteraksi secara langsung, olehnya kita mengaggas kegiatan ini bersama PARITAS INSTITUTE bekerjasama dengan PGI Wilayah Kalimantan Tengah selaku Host Lokal, GKE, dan GP Ansor” ujar Pdt. Elisae Sumandie.

Dengan kegiatan yang dilaksanakan tersebut diharapkan pemuda baik lintas agama atau lintas kampus dapat mewujudkan toleransi menjadi gaya hidup dan bukan hanya sebagai selogan. Serta pemuda kedepan dapat menjadi pionir-pionir yang akan mengkampayekan kembali semangat dan nilai-nilai tolerasi dan keberagaman.

“para peserta nanti dihari ketiga akan berkunjung ke rumah-rumah ibadah, peserta datang ke gereja, datang ke mesjid. Mereka melihat bagaimana umat islam sholat Jum’at. Sekarang mereka tidak hanya melihat dari luar saja, tapi bisa melihat dalam. Peserta juga selama kegiatan tinggal disatu kamar dengan orang yang berbeda keyakinan, sehingga mereka bisa merasakan hidup berdampingan meski beda keyakinan” tutupnya.(Aa)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!
%d blogger menyukai ini: