Pengesahan UU MD3 Terkesan Sikap Otoriter Dari DPR

Aksi Ujuk Rasa Mahasiswa IAIN Palangka Raya Di Gedung Paripurna DPRD Kalteng diwarnai aksi Kartu Merah untuk Para Koruptor. Foto : beritakalteng.com

 

BeritaKalteng, Palangka Raya- Dengan disahkannya UU MD3 membuat para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkesan otoriter, anti kritik, dan makin menjauh dari aspirasi rakyat, dan menjadikan DPR sebagai badan legislatif yang berkekuasaan layaknya penegak hukum, bahkan melapaui wewenang penegak hukum itu sendiri.

Pernyataan inilah yang disampikan puluhan mahasiswa IAIN Palangka Raya dalam aksi penolakan Revisi UU MD3 didepan Gedung Paripurna DPRD Provinsi Kalteng. Bahkan tidak hanya itu saja, pihaknya dengan tegas menolak revisi UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD (UU MD3) yang cacat demokrasi.

Menuntut presiden Joko Widodo untuk bersikap tegas terkait Revisi UU MD3 dengan mengeluarkan PERPPU, dan Mendesak seluruh pejabat Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk menjalankan tugas dan fungsin ya serta menjamin kebebasan berpendapat sesuai semangat demokrasi dan reformasi yang Pancasilais.

Koordinator Lapangan Muliani dalam pernyataan yang sudah disampaikan kepada pihak Anggota DPRD Provinsi Kalteng menyampaikan, Peran ayahanda Presiden juga tidak tegas. Ayahanda Presiden bersikap ragu-ragu terkait UU MD3, dengan tidak menandatangani, namun juga tidak mengeluarkan sikap tegas.

“salah satunya dengan mengeluarkan PERPPU yang menganulir UU MD3
Sahnya UU MD3 telah menjadi kontradiksi dengan landasan Indonesia sebagai Negara Demokrasi, dan landasan yang bernama demokrasi itu, hanya akan menjadi nama.” ujarnya dalam orasi kamis (15/03).

Oleh karena itu ujarnya, mari perkuat partisipasi publik, perlawanan rakyat menentang UU MD3 harus semakin diperteguh dan diperkuat demi menyelamatkan pasangan sah NKRI, yakni demokrasi dari kemunduran besar justru di usianya yang memasuk 20 tahun sejak reformasi.

Revisi UU MD3 terkesan otoriter dan anti kritik. sehingga lanjutnya menambahkan, cenderung menggambarkan, demokrasi telah mati di republik Indonesia. Beberapa kewenangan dalam Revisi UU MD3 sangat bertentangan dengan prinsip Negara Demokrasi yang menjamin hak rakyat untuk menyampaikan pendapat di muka umum.

“Harus dipahami bahwa hukum yang efektif ialah hukum yang bersumber dari respon dan partisipasi publik. Dan salah satunya ialah melalui kritikan secara lisan maupun tulisan. demokrasi di negeri ini, harus ditakbiri 4 kali. Maka dengan ini kami Keluarga Besar Mahasiswa IAIN Palangka Raya menyatakan sikap.” paparnya menambahkan.

Disaat demokrasi Indonesia membutuhkan dukungan dan dorongan serta penguatan partisipasi publik disebabkan maraknya korupsi dan diskursu kontra demokrasi yang justru dilakukan oleh Pejabat Negara Kesatuan yang berlandas demokrasi ini.

DPR justru memperkuat imunitas politiknya dan menjadi anti-kritik memalui UU MD3, yang sekali lagi artinya mencederai, mengebiri, mengakhiri jiwa demokrasi di negara ini. Harus dipahami bahwa hukum yang efektif adalah hukum yang bersumber dari respon publik, dan salah satu respon publik dapat tersampaikan melalui kritik baik itu secara lisan ataupun tulisan.

“Kekuasaan baru DPR ialah tidak boleh dikritik baik pribadi maunpun status keanggotannya sebagai anggota dewan yang “terhormat”; mengikis kewenangan penegak hukum untuk memproses anggota DPR yang bermasalah dengan hukum seperti yang tertuang dalam pasal 245; memaksa, menyadera, dan memperkarakan pihak-pihak yang tidak memenuhi undangan DPR.” pungkasnya lebih dalam.

Pihaknya menilai, DPR juga telah menyulap MKD dari sebelumnya sebagai penegak etik DPR menjadi lembaga pelindung dari proses hukum. Belum lagi penyebaran ancaman kriminalisasi bagi warga sebagaimana dirumuskan dalam UU M3 mencerminkan betapa revisi UU tersebut penuh kompromistis.(Aa)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!
%d blogger menyukai ini: