Foto : Ustad H. Muhammad Sibawaihi, LC, M.Pd.

Ustad Sibawaihi : Paham Radikalisme Bukan Ajaran Islam!

Foto : Ustad H. Muhammad Sibawaihi, LC, M.Pd.

Beritakalteng.com, BUNTOK – Sebagai seorang tokoh agama di Kabupaten Barito Selatan, Ustad H. Muhammad Sibawaihi, Lc, M.Pd mengingatkan kepada masyarakat untuk menjauhi paham radikalisme karena sangat bertentangan dengan ajaran Islam sebagai Agama Rahmatan Lil Al’amin.

Pesan ini disampaikan oleh Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al Ma’rif Buntok itu di kantor Kementerian Agama (Kemenag) perwakilan Barsel, Selasa (14/6/2022).

Diterangkannya, sebagaimana disebutkan dalam Hadist Riwayat Al Bukhari Muslim dan diperkokoh oleh Al Imam Dawud, bahwasanya iman itu memiliki 60 atau 70 lebih cabang, diantaranya adalah menjauhkan segala sesuatu yang menghalangi di jalan.

“Yang terjadi sekarang adalah ada banyak oknum yang mengaku dan menyandarkan diri dengan Islam, tetapi menjauhkan diri dari ajaran Islam yang rahmatan lil Al’amin. Siapapun yang berbeda keyakinan dan bahkan berbeda pendapat akan dianggap halal darahnya oleh mereka,” terang mantan Ketua Kerukunan Mahasiswa Kalimantan Mesir (KMKM) periode 2003-2004 ini.

Maka dari itu, dia berharap kepada seluruh umat Islam untuk menjauhi yang namanya paham Radikalisme, karena bertentangan jauh dengan ajaran agama Islam.

“Sebenarnya Islam sangat jauh dari paham radikal ini. Seluruh umat Islam dan ulama-ulama Islam tidak berkenan jikalau paham radikalisme ini disandarkan dengan Islam,” tegas ustad kelahiran tahun 1981 ini.

“Oleh karena itu, marilah kita jauhi paham-paham yang tidak benar, paham-paham radikalisme ini, dengan cara memilih majelis taklim maupun lembaga-lembaga pendidikan, guru-guru yang betul-betul memberikan keteduhan, memberikan ketenangan kepada umat, guru-guru yang mengajarkan kita kebaikan, mencontohkan akhlak-akhlak yang mulia, sebagaimana dicontohkan oleh Baginda Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam,” pesannya.

“Karena orang berpaham radikal, adalah orang-orang yang salah memilih teman, salah memilih guru, salah memilih majelis taklim dan lembaga pendidikan,” pendapatnya.

Selanjutnya pria lulusan Universitas Al-Azhar Al-Syarif di Kairo, Mesir ini, juga mengatakan bahwa setiap manusia memang mempunyai hak dalam menyampaikan pendapat dan kritik kepada siapa saja termasuk pemerintah.

Namun, cara menyampaikan pendapat bukanlah dengan cara kekerasan dan memaksakan kehendak kita kepada orang lain, akan tetapi adalah dengan cara lemah lembut dan penuh cinta kasih, serta mendoakan agar siapapun yang berbeda pendapat dengan kita bisa memperbaiki setiap kesalahannya.

“Memang kita harus berpendapat, berpendapatlah dengan baik dan dengan cara yang baik,” tukasnya.

“Dalam solat saja, ketika Al imam salah, makmum punya cara tersendiri untuk memberikan teguran kepada imam. Ada SOP-nya, tatkala makmum melihat kesalahan imam, makmum harus mengucapkan shubahallah, ini konteksnya makmumnya bertasbih (berdoa) kepada Allah, ini imam kami sedang salah, tolong betulkan ya Allah,” contohkannya.

“Yang ada sekarang ini, malah imamnya salah dalam membawa solat, makmumnya ribut di belakang membatalkan solatnya. Padahal syariat kita sudah mengajarkan kita dengan sempurna, tinggal bagaimana para kaum muslimin menjalankan syariat itu dengan sempurna,” imbuh pria yang pernah mengenyam pendidikan di Pesantren Darul Ulum di Amuntai, Kalimantan Selatan itu.

Dilanjutkan Ustad Sibawaihi, semua orang bertanggung jawab untuk bersama-sama menangkal paham radikalisme ini masuk ke dalam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, karena sangat berbahaya untuk keberlangsungan persatuan dan kesatuan masyarakat di NKRI.

“Paham radikalisme ini harus kita tangkal bersama, (caranya) adalah dengan ilmu pengetahuan, bagaimana sebenarnya yang disebutkan oleh Rasulullah dengan Jihad itu bagaimana. Jangan sampai ditunggangi agama untuk meluruskan syahwat politik kelompok dan golongan,” imbuhnya.

“Kita harus tahu, bagaimana Islam ini disebarkan, bagaimana agama Islam mengajarkan kita berpolitik. Agama ini sebenarnya disebarkan bukan hanya dengan pedang, karena pedang adalah jalan terakhir, akan tetapi mensyiarkan Islam secara lemah lembut dan penuh cinta kasih, akan lebih cepat diterima oleh semua orang,” jelasnya mengakhiri.(Sebastian)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!
%d blogger menyukai ini: