Beritakalteng.com, BUNTOK – Damang Kecamatan Gunung Bintang Awai (GBA) meminta masyarakat yang melaksanakan aksi damai menuntut pertanggungjawaban PT. Multi Tambangjaya Utama (MUTU) atas dugaan pencemaran lingkungan, untuk memenuhi kewajiban terhadap perusahaan batu bara tersebut.
Hal tersebut disampaikan oleh Damang GBA, Yurdananto melalui pesan singkat, Senin (23/6/2025).
Menurut Yurdananto, seharusnya sebelum menuntut haknya, masyarakat terlebih dahulu harus memenuhi kewajiban terhadap perusahaan.
“Mencari keadilan hak setiap warga Negara dan keadilan adalah milik kita semua, tapi bukan berarti kita boleh memaksa keinginan sepihak. Poin saya kalau kita menuntut hak, kita tidak boleh juga lalai dengan kewajiban oke,” sebutnya.
“Sowan, utamakan musyawarah mupakat berdiskusi, mencari solusi dan obsi yang saling menguntungkan lengkapi dengan berita Acaranya, biar bisa dipertanggungjawabkan. Poin saya, Adat dari dari dulu sampai sekarang tidak ada pemaksaan kehendak,” tegasnya.
Dia berpendapat, alah kesalahan besar apabila ada anggapan warga negara itu tidak punya kewajiban terhadap Investor yang berinvestasi di wilayah mereka.
“Satu di antaranya wajib menjamin keamanan dan kenyaman berinvestasi, sebab kalau itu sudah kita lakukan, saat nanti kita minta hak,” terangnya.
Dia kemudian meminta kepada masyarakat untuk menyampaikan aspirasi mereka terhadap perusahaan dengan cara hati ke hati.
“Nah maka dari itu saya anjurkan utk duduk satu.meja bicara dari hati ke hati,” saran Damang.
Yurdananto juga mengatakan bahwa tidak etis meminta Damang untuk melibatkan diri dalam proses mediasi antara warga dengan pihak perusahaan, apalagi dirinya merupakan orang desa Ngurit.
“Ya kita belum tau dan belum dikonfirmasi, apakah etis melibatkan diri ini karena diminta memediasi kepentingan warga Ngurit dengan Investor, kami sedang di Desa Ngurit,” tukasnya.
Sebelumnya, Yurdananto juga menekankan, bahwa terkait tuntutan warga soal dugaan pencemaran limbah, bukan urusan Damang Adat, dan semestinya hal itu menjadi atensi negara.
“Tanggapan Keberatan massa terkait pencemaran lingkungan dan limbah, ada lembaga yang membidangi, pun demikian penyerobotan lahan. Jadi enggak ada kaitannya dengan Adat dan hak Adat, itu lebih kepada hak Negara yang (harus) hadir,” tandasnya.

Hal ini disampaikan oleh Damang, menanggapi adanya aksi damai yang dilakukan oleh ratusan masyarakat dari empat desa, Patas I, Bipak Kali, Muara Singan dan Luwir yang menuntut agar PT. MUTU bertanggung jawab atas dugaan pencemaran lingkungan hidup, akibat limbah lumpur dari tambang perusahaan yang beroperasi di wilayah Barsel dan Bartim tersebut.
Aksi ini dilakukan sejak tanggal 18 Juni 2025 dan masih akan terus berlanjut, sampai tercapai kesepakatan antara kedua belah pihak.
Sebenarnya, tuntutan masyarakat ini sudah dilayangkan sejak tahun 2021 lalu, dan terus berulang sampai dengan tahun 2025, dikarenakan sebagian besar warga terdampak belum mencapai kesepakatan dengan pihak perusahaan.
Pasalnya pihak perusahaan berusaha memberikan kompensasi terhadap para korban pencemaran, melalui skema CSR, sementara menurut masyarakat CSR merupakan kewajiban perusahaan dalam memenuhi hak sosial masyarakat yang ada di sekitar wilayah kerja mereka. Sementara kasus dugaan pencemaran lingkungan adalah suatu peristiwa akibat dari kelalaian perusahaan menjalankan kewajiban mereka dalam pengelolaan lingkungan hidup.(sebastian)