Beritakalteng.com, PALANGKA RAYA – Rektor Universitas Palangka Raya (UPR) Dr Andrie Elia SE MSi, mengikuti Meeting bersama dengan Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PPKL) Republik Indonesia, melalui sambungan, diruang kerja Rektor UPR, Kamis (18/6/2020).
Dalam kegiatan ini pun Rektor UPR memberikan paparan materi dengan tema bahasan ‘Tinjauan Aspek Lingkungan Pengembangan Ketahanan Pangan Nasional Berkelanjutan Pada Kawasan Eks PLG Di Kalimantan Tengah’.
Dimana pada paparannya, Rektor UPR Dr Andrie Elia berkesempatan menyampaikan 2 (dua) hal penting. Yang pertama, yakni tinjauan dari aspek Biofisik, yang maksudnya adalah aspek kecukupan air tawar untuk irigasi dan juga perubahan fisik kimia tanah.
Aspek kecukupan air sangat penting, untuk keberlanjutan sawah, mengingat adanya contoh area Transmigrasi Basarang Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah (ditempati pada tahun 1969) yang dulunya adalah area sawah, sekarang berubah menjadi area tanah yang tinggi (pematang) sehingga memicu perubahan fungsi kawasan menjadi area perkebunan.
“Ini harus diperhitungkan dengan seksama, untuk kecukupan air tawar, dari sungai utama sumber air tawar yang mengairi area sawah yang akan dikembangkan tersebut,” Ucapnya.
Lebih lanjut, Ketua Harian Dewan Adat Dayak (DAD) Provinsi Kalimantan Tengah ini mengutarakan, Hal ini penting sekali, untuk memastikan bahwa air tawar masuk ke area sawah, bukan malah sebaliknya mengeluarkan air dari kawasan kubah gambut atau air tanah, sehingga tanah sawah berubah menjadi pematang.
Begitupula, untuk desain irigasinya, Kata Dr Andrie Elia menyebutkan bahwa itu juga menjadi kunci, untuk aspek ini. Survey dan analisis keairan sangat dibutuhkan, untuk dilakukan dengan super teliti, karena inilah kunci keberlanjutan, yaitu ketersediaan air.
“Aspek tanah juga sangat perlu menjadi perhatian mengingat adanya unsur pirit (Ferum Sulfida) yang hampir selalu ada, diarea lahan yang punya jejak gambut yang diketahui menjadi momok utama, dalam pengembangan sawah,” Terangnya.
Oleh karenanya, harus direncanakan dengan seksama bahwa pirit bisa dikendalikan dengan berbagai teknik baik melalui pengembangan jaringan irigasi dan juga olah tanah, misalnya yang umum adalah dengan memberikan kapur.
Dalam menjaga keberlanjutan, kembali Ia mengatakan itu sangat diharapkan, dapat ditemukan atau dikembangkan bahan lain non kimiawi, untuk mengatasi masalah pirit ini.
“Pupuk kimiawi juga perlu menjadi perhatian untuk dialihkan kepada pupuk ramah lingkungan mengingat adanya pengalaman pahit dari revolusi hijau yang menyebabkan tanah menjadi kering karena kelebihan unsur kimiawi dari pupuk,” Imbuhnya.
Dirinya juga berpesan, agar jangan mengulangi kesalahan yang sama, dengan alasan peningkatan produktivitas dengan mengabaikan keberlanjutan.
Yang kedua, Rektor juga menyampaikan tinjauan terkait Aspek Sosial Humaniora, yakniaspek Tenurial/Pertanahan, Tenaga Kerja dan Kemitraan antara Petani dengan lembaga bisnis misalnya BUMN yang akan menjadi mitra petani dalam pengembangan usahanya.
“Masalah tenurial sangat penting, untuk diselesaikan dengan seksama mengingat beberapa area sangat mungkin sudah mempunyai klaim kepemilikan sah secara hukum (nasional maupun adat) karena dulunya sudah ada transmigran atau merupakan area kelola masyarakat adat,” Katanya.
Untuk itu, sambung Dr Andrie Elia, maka setelah semua ini selesai dilakukan sangat perlu untuk menetapkan kawasan ini menjadi area untuk Kawasan Pangan Berkelanjutan sehingga Indonesia mempunyai area yang permanen untuk pangan.
Misalnya, dengan menjadikannya sebagai kawasan Vital Nasional (objek vital nasional) atau kawasan Strategis Nasional atau nama lainnya sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku.
Hal lainnya, adalah berhubungan dengan tenaga kerja. Petani perlu regenerasi, para pemuda local Kalimantan harus diberdayakan untuk menjadi petani baru dengan melalui pelatihan.
Sangat diharapkan bahwa dalam pengembangan sawah ini diaplikasikan teknologi mekanisasi pertanian sehingga setiap petani bisa mengolah lahan hingga 5 (lima) hektar atau lebih seperti dinegara-negara yang sudah menerapkan mekanisasi pertanian (untuk mencapai skala keekonomian).
Kawasan ini harus dijadikan contoh pertanian modern, dengan produktivitas tinggi, untuk menjadi kebanggan Nasional Petani Indonesia, dari generasi baru Petani Muda Indonesia.
Untuk menjamin pasokan pupuk, obat-obatan, dan penjualan hasil panen, hendaknya usaha sawah/pangan ini dapat dikawal dengan membentuk kemitraan.
Adalah sebuah langkah maju apabila BUMN dapat menjadi mitra utama para petani dengan pola kemitraan yang mengutamakan kesamaan hak dan keuntungan bersama.
“Pola kemitraan ini juga harus dapat menjadi contoh Nasionalisme Indonesia, untuk mengatasi berbagai problem yang dihadapi para petani, seperti kelangkaan pupuk dan obat-obatan, serta harga panen yang dipermainkan oleh para tengkulak,” Bebernya.
Dirinya juga mengajak, agar mari jadikan proyek sawah atau ketahanan pangan ini, bisa menjadi contoh nasional Indonesia, untuk membuat petani dan sektor pertanian adalah pondasi utama kestabilan perekonomian dan kekokohan rasa kebangsaan serta penghormatan akan jasa para Petani Indonesia.
“Tak ada Negara Kuat Tanpa Petani yang Kuat Sejahtera. Tak ada Ekonomi dan Politik Stabil tanpa Ketahanan Pangan,” Pungkasnya.
Sebagai informasi tambahan, dalam pada hari dan kegiatan yang sama, selain Rektor UPR Dr Andrie Elia SE MSi, pertemuan melalui sambungan virtual ini juga dihadiri oleh Wakil Rektor Bidang Akademik Prof Dr Ir Salampak S Dohong MS, yang juga berkesempatan menyampaikan materi. (YS/a2)