Foto : Direktur Eksekutif WALHI Kalteng, Bayu Herinata.

WALHI Kalteng Tegaskan DLH Barsel Melanggar Hak Masyarakat Atas Partisipasi dan Keadilan

Beritakalteng.com, PALANGKA RAYA – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalimantan Tengah menyatakan keprihatinan dan keberatan atas penolakan yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Barito Selatan, dalam pelaksanaan investigasi bersama dugaan pencemaran lingkungan oleh PT. Multi Tambangjaya Utama (MUTU) pada Rabu 25 Juni 2025 di Kecamatan Gunung Bintang Awai (GBA).

Penolakan terhadap titik-titik yang ditunjukkan oleh masyarakat dari Desa Muara Singan, Bipak Kali, Patas I, dan Dusun Luwir merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip-prinsip perlindungan lingkungan dan hak masyarakat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

DLH Barsel Bertindak Tidak Sesuai dengan Amanat Pasal 65 ayat (1) dan (2) UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia dengan tegas menyatakan bahwa setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia.

“Setiap orang berhak atas akses informasi, partisipasi, dan keadilan dalam pengelolaan lingkungan hidup,” tegas Direktur Eksekutif WALHI Kalteng, Bayu Herinata melalui rilis resminya, Jumat (27/6/2025).

Lanjut Bayu, tindakan DLH Barsel yang menolak titik investigasi yang ditunjukkan masyarakat, jelas melanggar hak partisipasi dan hak atas keadilan ekologis. Pernyataan bahwa pemeriksaan hanya dilakukan berdasarkan “rapat internal” menunjukkan sikap eksklusif dan tertutup, yang tidak sesuai dengan asas partisipatif dan transparansi dalam pengawasan lingkungan.

Penanganan pencemaran wajib melibatkan masyarakat terdampak, sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri LHK No. P.22/MENLHK/SETJEN/KUM.1/7/2017 tentang Tata Cara Penanganan Pengaduan Dugaan Pencemaran dan/atau Perusakan Lingkungan, dijelaskan bahwa proses penanganan pengaduan harus melibatkan pelapor (masyarakat), dalam verifikasi dan pemeriksaan lapangan, serta titik lokasi yang diduga terdampak.

“DLH seharusnya bekerja berdasarkan laporan masyarakat sebagai dasar utama investigasi, bukan hanya hasil rapat internal. Sikap Kepala UPT Laboratorium DLH Barsel yang menolak permintaan warga, bukan hanya menutup akses terhadap keadilan ekologis, tetapi juga berpotensi menyembunyikan bukti-bukti penting pencemaran lingkungan,” tegas Bayu.

Terkait hal ini, berdasarkan peraturan dan prinsip hukum lingkungan, WALHI Kalimantan Tengah menyatakan:

a. Mendesak Gubernur Kalimantan Tengah dan DLH Provinsi untuk mengambil alih proses investigasi secara independen dan melibatkan masyarakat dari empat desa sebagai pihak yang terdampak langsung.

b. Mendesak Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) melakukan pengawasan terhadap dugaan pelanggaran prosedur oleh DLH Barsel, serta melakukan audit menyeluruh terhadap peran dan keberpihakan DLH dalam kasus ini.

c. Menyerukan agar pengambilan sampel ulang dilakukan di seluruh titik yang ditunjuk warga, sebagai bagian dari prinsip akuntabilitas dan pembuktian ilmiah terhadap dugaan pencemaran lingkungan.

WALHI Kalteng juga meminta agar penegakan keadilan ekologis harus diprioritaskan, mengingatkan bahwa setiap bentuk dugaan pencemaran lingkungan harus ditangani dengan pendekatan ilmiah, transparan, dan berbasis hak masyarakat.

“DLH tidak boleh menjadi instrumen birokrasi yang mengabaikan penderitaan warga demi menjaga relasi dengan korporasi. Negara harus hadir dan berpihak kepada korban, bukan kepada perusak lingkungan,” tandasnya.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *