BERITAKALTENG.com – SAMPIT – Anggota Komisi II DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Hj Darmawati kembali mengingatkan kepada seluruh Perusahaan Besar Swasta (PBS) di daerah ini, agar mentaati peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 26 tahun 2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan. Aturan ini mewajibkan perusahaan menyediakan lahan seluas 20 persen dari luas lahan Hak
Guna Usaha (HGU) untuk kebun kemitraan atau plasma. Bahkan dirinya juga mengatakan, kewajiban plasma 20 persen sebagaimana diatur dalam Permentan No. 98 Tahun 2013 dan Permen Agraria dan tata ruang ATR No.7 Tahun 2017. lalu kemudian diatur juga dalam Perda Tahun 2017 Tentang Penataan Perkebunan kelapa sawit wajib harus di taati.
“Landasan hukum dari Perda Plasma tahun 2011 serta UU 18/2004 tentang perkebunan, PP 44/1997 tentang Kemitraan, Permentan 26/2007 tentang Pedoman perizinan usaha perkebunan dan Permen Agraria/ Kepala BPN nomor 2/1999 tentang izin lokasi, itu sudah merupakan kejelasan dalam program mensejahterakan rakyat,” ujar Darmawati, Kamis (2/6/2022).
Menurutnya, Peraturan Daerah (Perda) yang mewajibkan perusahaan perkebunan membangun plasma minimal 20 persen dari lahan yang ditanaminya tersebut juga harus menjadi acuan, tetapi fakta di lapangan sampai saat ini kesejahtraan rakyat disekitar perusahaan dinilai masih belum benar-benar dirasakan sehingga banyak munculnya sengketa dan klim lahan termasuk mengakibatkan maraknya pencurian buah sawit.
“Kami juga mendukung Gubernur Kalteng yang mewajibkan PBS membangun pola kemitraan, Selain mebangun pola kemitran diminta juga kepada pemerintah daerah termasuk provinsi kalteng supaya mengaudit
semua perizinan di kotim ini karena ada dugaan bahwa perusaan di Kabupaten kotim banyak melakukan pelanggaran mulai dari menanam diluar HGU, menggarap kawasan hutan serta menanam pohon sawit hingga di bibir atau sepadan sungai,” ucap Darmawati.
Politisi Partai Golkar ini juga mengatakan pelanggaran jelas yang dilakukan oleh PBS selama ini secara kasat mata yakni pelanggaran lingkungan hidup dan perusakan ekosistem yang terjadi di Kabupaten Kotim ini harusnya menjadi bahan evaluasi berkaitan perizinan PBS yang ada. (bm/arl)