Beritakalteng.com, PALANGKA RAYA – Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Palangka Raya (FISIP UPR) Prof. Kumpyadi Widen menyebutkan publikasi melalui media sosial dan diliput oleh media elektronik, atas kontens pemberitaan yang kurang berimbang, sumber data yang kurang valid dan konfirmatif, sangat mengganggu eksistensi UPR, baik di mata masyarakat Kalimantan Tengah, Nasional dan bahkan dunia International.
“Sebagai bagian dari keluarga besar UPR, kami sangat keberatan atas penyebarluasan kontens yang memojokan kampus kebanggaan milik masyarakat Kalimantan Tengah. Padahal beberapa orang yang disebutkan di dalam koalisi tersebut, adalah dosen dan mahasiswa UPR,” Ujarnya, Selasa (28/7/2020).
Prof. Kumpiady juga mengatakan, dengan adanya publikasi berita, melalui media sosial (medsos) yang dinilainya tidak berimbang dan kurang akurat, akan menciptakan interpretasi yang keliru, bahkan bisa menimbulkan preseden buruk, serta mengancam batalnya sejumlah kerjasama luar negeri yang dibangun selama ini.
“Misalnya, pengiriman mahasiswa ke luar negeri, beasiswa dosen ke Jepang, Taiwan, dan bantuan hibah luar negeri untuk pembangunan gedung perkuliahan yang megah dan gedung pusat penelitian gambut tahun 2020. Kemudian, dampak lainnya juga bisa berpengaruh pada berbagai kegiatan, seperti Akreditasi Institusi dan Program Studi.,” beber Prof. Kumpiady.
Lebih lanjut Prof. Kumpiady mengutarakan, saat ini Rektor Universitas Palangka Raya Dr. Andrie Elia, SE., M.Si dan seluruh jajaranya terus berbenah memperbaiki citra dan mengejar ketertinggalan UPR pada era kompetisi perguruan tinggi yang ketat ditingkat nasional dan global. Upaya keras UPR saat ini, untuk membenahi berbagai sarana dan prasarana kampus untuk menuju UPR JAYA RAYA.
“Selanjutnya, sebagai bagian dari keluarga besar civitas akademika UPR, terlebih khususnya lagi saya selaku Dekan FISIP UPR, sangat kuatir dan prihatin atas beredarnya video youtube dan rilis yang dilakukan organisasi atau kelompok koalisi organisasi penggiat perlindungan anak dan perempuan, dari kekerasan seksual pada tanggal 19 Juli 2020 yang lalu, yang seolah-olah menjastifikasi UPR tidak perduli terhadap masalah itu,” Ujarnya.
Jelas Prof. Kumpiady, UPR sebagai lembaga pendidikan tertua di Kalimantan Tengah (Kalteng) sangat perduli, terhadap masalah kemanusian. Berangkat dari semangat dan perjuangan untuk memanusiakan manusia Kalteng, sangat mustahil jika UPR tidak perduli atas berbagai permasalahan sosial yang tengah berkembang, termasuk pula masalah pelecehan seksual yang terjadi di UPR belakangan ini.
Sebagaimana untuk diketahui pula, masalah tindak pelecehan seksual yang merupakan salah satu kejahatan ekstra ordineri selain korupsi, dan terorisme. Harus dilakukan dengan pola penanganan bersifat khusus yang tidak hanya menyangkut tindakan penegakan hukum belaka terhadap pelaku.
Tetapi juga, yang menyangkut aspek psikologis korban. Itulah sebabnya kronologis penangangannya yang dilakukan oleh UPR, baik terhadap pelaku maupun terhadap korban tidak boleh terekspos secara pulgar kepublik.
“Kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh FS, sebenarnya telah ditangani UPR sejak dini. Beberapa kali dilakukan pertemuan di tingkat fakultas (FKIP, red) dan di tingkat universitas. Bahkan pimpinan utama UPR untuk pertama kali, secara langsung mendampingi beberapa korban melapor kepada pihak berwajib, untuk itu semua UPR memiliki dokumen outentik,” Terangnya
Ditambahkannya pula, kebijakan UPR sejak bergulirnya kasus pelecehan seksual ini telah membentuk komisi etik, menjatuhkan sanksi dengan membebas tugaskan dari kewajiban Tri Dharma Perguruan Tinggi, menghentikan gaji dan mengusulkan pemberhentian status ASN kepada Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi(saat itu) dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia.
Dirinya pun mengajak seluruh unsur civitas akademika UPR mulai dari unsur pimpinan, dosen, tenaga kependidikan dan mahasiswa, untuk dapat menjaga dan memelihara citra UPR serta menjunjung tinggi almamater menuju UPR Jaya Raya.(YS)