Beritakalteng.com, SAMPIT- Menyikapi perihal kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang hingga saat ini masih terjadi di Kotawaringin Timur, mantan Wakil Ketua DPRD Kotim Parimus SE akhirnya angkat bicara.
Ditemui dikediamannya anggota DPRD Kotim Terpilih masa bakti 2019/2024 ini memberikan penekanan kepada pemerintah daerah yang dinilai justru melakukan pemborosan anggaran melalui dana tanggap darurat tersebut.
Parimus menuturkan langkah pemerintah daerah dalam melakukan langkah-langkah pencegahan serta penanganan dinilai sangat minim,sehingga berdampak kepada masyarakat serta membenturkan sebagian masyarakat ke ranah hukum.
“Kita lakukan penekanan kepada pemerintah daerah, apa yang dilakukan selama ini sejak tahun 2015 lalu justru merupakan pemborosan anggaran, dan fakta dilapangan masih banyak masyarakat kita yang terdampak hukum dan itu semua kalau kita lihat karena mereka berkebun ini miris sekali,” Ujarnya Rabu (21/8/2019) pagi tadi.
Meskipun demikian Ketua DPC Partai Demokrat Kotim ini memberikan solusi agar dampak hukum dikalangan masyarakat ini tidak lagi terjadi serta kabut asap berkurang perlu ada tindakan nyata.
“Solusi dari pemerintah belum ada untuk para petani sehingga mereka terpaksa mmebakar lahan, sementara kita ketahui petani kita di Kotim ini selalu berpindah tempat dan itu sudah turun temurun, apa solusinya, harusnya mulai lakukan penggarapan dengan cara mekanik, tidak lagi dengan manual,” Tegasnya.
Bahkan Parimus menjelaskan Karhutla bukan terjadi karena unsur kesengajaan melainkan dampak dari musiman yang harusnya sudah disiapkan secara standar cara penanggulangan jauh hari. Bahkan bila perlu setiap PBS dilibatkan melalui kebijakan aturan dalam mengatasi hal ini.
“Tidak sulit kok, kan ada dana CSR, bisa saja di gunakan untuk memebeli dozer dan lakukan pembersihan atau pemetakan, pembuatan parit pembatas agar api tidak menjalar di lahan perkebunan dan juga lahan masyarakat.Dan dengan alat itu juga masyarakat bisa membuka seluas luasnya lahan yang mereka inginkan tanpa membakar lagi,”Urainya.
Lebih detail lagi sarjana ekonomi ini menilai turun atau naiknya Titik api sejak tahun 2015 lalu di Kotim ini bukan karena unsur keseangajaan serta akibat dari kelalaian manusia saja melainkan rentan terjadi Karena memang musiman yang setiap tahunnya akan terjadi.
“Saya kira itu sudah diperhitungkan secara matang oleh pemerintah daerah kita, dan untuk pihak kepolisian kita apresiasi langkah penindakannya, namun kembali saya tekankan pemerintah harus memberikan solusi agar kesannya hukum dan aturan tidak menyerang secara sepihak, larangan dan aturan tanpa solusi menurut kami merupakan bentuk kriminalisasi,” Terangnya.(So)