Rakor : Sekda Barsel Eddy Purwanto buka Rakor

Pengakuan Hutan Adat Harus Melalui Prosedur Penetapan Pemerintah

Purwanto

 

Rakor : Dalam rangka percepatan penetapan wilayah hukum adat di Barsel, Pemkab Barsel laksanakan Rakor tata cara pengajuan pemerintah daerah terhadap wilayah hukum adat, Kamis (5/11/2020).

Beritakalteng.com, BUNTOK – Pengakuan terhadap hak masyarakat adat atas tanah ulayat dan hutan adat, harus melalui prosedur usulan masyarakat adat dan ditetapkan oleh pemerintah pusat.

Ini disampaikan oleh Sekda Barito Selatan Eddy Purwanto, usai membuka rapat koordinasi (Rakor) tata cara pengakuan pemerintah daerah terhadap wilayah masyarakat hukum adat di Aula Setda Kantor Bupati setempat, Kamis (5/11/2020).

Dijelaskannya, Rakor bersama para pihak terkait ini, dilakukan mengingat pentingnya pengakuan pemerintah daerah tentang keberadaan dan wilayah masyarakat hukum adat.

Hal tersebut, berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI (Permen LHK) Nomor P.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2020 tentang Hukum Adat dan Hutan Adat.

“Kegiatan ini bertujuan untuk merumuskan kesepakatan penting para pihak agar terwujudnya pengakuan formal Pemerintah Daerah tentang keberadaan dan wilayah masyarakat hukum adat di Bumi Dahani Dahanai Tuntung Tulus ini,” terang Eddy.

Selain itu, pemerintah Barsel juga memberikan pemahaman tentang peraturan-peraturan yang berkenaan dengan wilayah masyarakat hukum adat di wilayah kabupaten berjuluk Bumi Batuah tersebut.

Untuk mempertegas kembali mana yang menjadi tanggung jawab dan hak masyarakat adat.

Kegiatan ini, juga merupakan awal untuk proses penetapan atau pengakuan pemerintah daerah terhadap wilayah adat.

Sebab untuk mencapai status pengakuan dari pemerintah daerah terkait wilayah masyarakat adat, prosesnya memakan waktu yang cukup panjang.

“Semoga kegiatan ini bisa memberikan pemahaman kepada kita semua, tentang hak-hak serta fungsi dari masyarakat hukum adat,” imbuhnya.

Eddy juga menyebutkan, pengertian masyarakat hukum adat berdasarkan aturan perundang-undangan, tertuang dalam pasal 18B ayat (2) UUD 1945.

“Secara subtansi pasal 18B ayat 2 UUD 1945 tersebut, sudah menegaskan bahwa Negara telah mengakui dan melindungi hak masyarakat hukum adat,” tukasnya.

Namun, lanjut dia, ada empat subtansi pada pasal 18B tersebut dengan kriteria yang harus dipenuhi menurut perspektif Negara, yakni masih hidup, sesuai dengan perkembangan masyarakat, sesuai dengan prinsif NKRI dan diatur dalam UU.

Selanjutnya, berdasarkan pasal 67 ayat (1) UU nomor 41/1999 tentang kehutanan menyebutkan bahwa suatu masyarakat hukum adat diakui keberadaanya, jika menurut kenyataan memenuhi unsur antara lain, masyarakat masih dalam bentuk paguyuban, adanya kelembangaan dalam bentuk perangkat penguasa adatnya, wilayah hukum adat jelas.

Kemudian ada pranata dan perangkat hukum, khusus peradilan adat yang masih ditaati dan masih mengadakan pemungutan hasil hutan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.

Hal ini, juga diatur lebih jauh dalam Permendagri nomor 52/2014 tentang pedoman pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat.

Masyarakat hukum adat, sambung dia, warga Negara Indonesia yang memiliki karakteristik khas, hidup berkelompok secara harmonis sesuai hukum adatnya. Kemudian, memiliki ikatan pada asal usul leluhur dan atau kesamaan tempat tinggal, terdapat hubungan yang kuat dengan tanah dan lingkungan hidup.

Serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum dan memanfaatkan satu wilayah tertentu secara turun temurun.

“Artinya masyarakat hukum adat akan diakui apabila memenuhi persyaratan diantaranya, adanya sejarah masyarakat hukum adat, adanya wilayah adat, hukum adat, harta kekayaaan dan atau benda-benda adat dan adanya kelembagaan/system pemerintahan adat,” rinci Eddy.

Setelah semua proses tersebut dipenuhi, maka baru mendapatkan pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat berdasarkan UUD 1945, UU nomor 41/1999 tentang kehutanan yang telah diubah dengan peraturan pemerintah pengganti UU nomor 1/2004 tentang perubahan atas UU nomor 41/1999 yang telah ditetapkan melalui UU nomor 19/2004.

Disisi lain, Manager Program Konservasi Mawas Jhonson Regalino, kegiatan ini merupakan salah satu upaya pihaknya untuk menfasilitasi kelompok masyarakat di wilayah desa, dalam pengusulan hutan adat, untuk mendapatkan pengakuan wilayah masyarakat hukum adat.

“Ini merupakan bagian terintegrasi dengan para pihak di tingkat masyarakat, untuk mendorong proses-proses pengusulan hutan adat di wilayah desa masing-masing,” jelasnya.

Diungkapkan Regalino, untuk tahun 2020 ini, pihaknya memiliki program mendorong agar segera ditetapkannya hutan adat di wilayah Barsel, tepatnya di Desa Sungai Jaya dan di Kapuas daerah Desa Timpah.(Sebastian)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *