Beritakalteng.com, BUNTOK – Berkaitan dengan berbagai macam utang pemerintah kabupaten Barito Selatan yang belum terbayarkan, DPRD setempat sudah menyurati untuk meminta pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan pemeriksaan investigasi.
Informasi ini, disampaikan oleh Ketua DPRD Barsel Ir. HM. Farid Yusran kepada awak media, seusai mengikuti kopi morning bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) setempat, yang diselenggarakan di ruang pertemuan Komisi DPRD, Rabu (26/8/2020).
Diutarakan oleh Farid, saat ini pihaknya masih menunggu keputusan dari BPK RI pusat, sebab surat permohonan untuk melakukan pemeriksaan investigasi tersebut telah diserahkan kepada BPK perwakilan Kalimantan Tengah.
“Kita meminta BPK untuk melakukan pemeriksaan investigative, saat ini BPK sudah meneruskan ke BPK RI pusat, karena keputusan apakah itu harus dilakukan pemeriksaan investigative itu (kewenangan) pusat, kami menunggu saja,” bebernya.
“Suratnya sudah kami serahkan langsung dengan BPK, seharusnya sudah dikirim ke (BPK) pusat. Kita nunggu aja, kira-kira sebulan lah,” tuturnya.
Permintaan pemeriksaan investigasi tersebut, dilayangkan oleh DPRD Barsel, berkaitan dengan ditemukannya sejumlah utang pemkab pada tahun 2019 yang ternyata hingga saat ini belum terbayarkan dan tidak sesuai mekanisme yang berlaku.
Utang tersebut, adalah utang BBM Sekretariat Daerah (Setda) pada tahun 2019 sebesar Rp716 juta yang merupakan kelebihan penggunaan anggaran BBM pada tahun 2019 lalu yakni sebesar Rp2,2 milyar.
Jumlah utang tersebut, melampaui jumlah anggaran BBM yang disepakati bersama DPRD, yakni sebesar Rp1,5 milyar dengan rincian Rp600 juta lebih pada APBD murni dan penambahan sebanyak Rp800 juta lebih pada APBD Perubahan tahun 2019.
“Jadi gini, di APBD murni, mereka itu (BBM Pemkab) Rp600 lebih jutanya, tersedia. Kemudian di perubahan mereka (Pemkab) minta tambah, ditambahlah 800 lebih jutanya, tetapi penggunaannya Rp2,2 milyar,” rinci Farid.
Selain itu, pemkab juga berutang dana Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dengan pihak ketiga sebesar Rp16 miliar lebih, tanpa melalui mekanisme persetujuan dewan.
Padahal utang yang dilakukan oleh pihak RS Jaraga Sasameh (RSJS) tersebut, semuanya dimasukan kedalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebagai pinjaman daerah, yang seharusnya mendapatkan persetujuan dewan terlebih dahulu sebelum pelaksanaannya.(Sebastian)