BeritaKalteng.com, Palangka Raya-
Majelesi Hakim yang diketua langsung oleh Agus Windana didampingi anggota majelis hakim Rajali dan Anwar Sakti Siregar menolak eksepsi/nota keberatan yang diajukan Penasehat Hukum (PH) Terdakwa Ahmad Yantenglie menjadi terdakwa kasus korupsi dana Dak kabupaten Katingan sebesar Rp.100 milyar.
Dalam persidangan pengadilan tindak pidana korupsi Agus Windana, menolak secara keseluruhan eksepsi PH terdakwa Antoninus Kristiano perihal penetapan status tersangka, dakwaan cacat formil dengan alasan jaksa tidak menguraikan secara jelas.
Hal itu disampaikan salah satu dari Tim Jaksa Penuntut Umum yang juga selaku Kasi Pidsus Kejari Katingan Tomi, penetapan setatus tersangka merupakan kewenangan dari penyidik, dan dakwaan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum sudah diuraikan secara jelas.
“ya ditolak secara keseluruhan, dan majelis hakim melajutkan peroses persidangan dengan agenda keterangan saksi-saksi di persidangan” kata Tomi di Pengadilan Tipikor Kota Palangka Raya, selasa (09/4).
Disinggung terkait adanya keberatan yang disampaikan oleh kuasa hukum terdakwa atas permintaan penundaan sidang selama 2 minggu oleh Jaksa Penuntut Umum, dengan alasan kesibukan dalam menghadapi pelaksanaan pemilu 2019.
Kendati demikian, pihaknya akan tetap berupaya menghadirkan beberapa saksi dalam persidangan minggu depan, diantaranya saksi Sura Perangin-angin selaku Kuasa Bendahara Umum Daerah, Teguh Handoko KC Bank BTN Pondok Pinang Jakarta Selatan, Wilson, dan Ari Trinaldi Guna.
Disisi lain, Kuasa Hukum Antoninus Kristiano ketika diwawancarai menyampaikan, pihaknya akan mempelajari alasan penolakan yang disampaikan.
“menurut klien kita, samapai saat ini kita masih belum menerima berkas BAP. Kalau memang penetapa klien kita seperti saya bilang penetapan tersangka belum kita masuk sebagai kuasa hukum, maka akan kita permasalahkan itu” ujar Anton.
Pihaknya berencana akan melakukan banding dan akan menyurati komisi III DPR RI. Bahkan berencana disampaikan juga ke Presiden RI jika terbukti penetapan tersangka belum didampingi penasehat hukum.
“sudah jelas pelanggaranya, karena pada pasal 56 ayat 1 KUHP orang yang diancam hukuman mati, 15 tahun dan diatas 5 tahun alih-alih mutlak didampingi oleh penasehat hukum.” tegasnya.(Aa)