Beritakalteng.com, BUNTOK – Lanjutan proses penyelidikan sengketa lahan antara PT. Dahlia Biru dengan masyarakat desa Talekoi, Kecamatan Dusun Utara, Kabupaten Barito Selatan, Kapolres setempat, AKBP Jecson R. Hutapea, berjanji akan profesional dan mengedepankan mediasi antara semua pihak.
Janji ini disampaikan oleh Kapolres melalui pesan singkat, Rabu (8/10/2025).
Diterangkan Jecson, undangan klarifikasi untuk diambil keterangan. Tahap penyelidikan untuk membuat terang semuanya, sehingga masing-masing pihak bisa memberikan keterangan.
“Biar tidak ada istilah istilah kriminalisasi. Semua pihak yang dianggap mengetahui terkait persoalan tersebut pasti diundang klarifikasi,” tekan dia.
Dia meminta agar semua pihak yang dipanggil tidak perlu takut, karena Polisi akan melaksanakan proses penyelidikan masalah ini secara profesional dan sesuai prosedur.
“Kita meminta media juga bisa melihat persoalan secara utuh. Kita dari Polres Barito Selatan akan menangani secara profesional dan sesuai prosedur. Tidak ada yang perlu ditakutkan,” tegas Jecson.
Selain itu, Kapolres juga berjanji akan mengedepankan mediasi antara semua pihak dalam penyelesaian masalah ini.
“Tetap kita kedepankan mediasi kepada para pihak,” tandasnya.
Keterangan ini merupakan jawaban Kapolres terhadap pemanggilan lagi dua orang warga Talekoi oleh Polres Barsel, yakni atas nama Miak dan Sinderman yang akan menjalani pemeriksaan di kantor Polres setempat pada Kamis (9/10/2025).
Diungkapkan Jecson, Miak dan Sinderman diundang untuk memberikan keterangan berkaitan dengan persoalan Fiktoriadi dan Heping yang dituding menghalangi atau merintangi aktivitas pertambangan PT. Dahlia Biru atas laporan masyarakat bernama Rahman.

Hal inilah yang dinilai oleh Founder Yayasan Ranu Welum, Emmanuela Shinta, diduga ada upaya kriminalisasi oleh korporasi terhadap masyarakat yang berusaha mempertahankan hak di atas lahan yang mereka kelola.
Tokoh Dayak Maanyan yang pernah menjadi Dewan Penasihat acara PBB yang fokus di bidang lingkungan United Nations Environment Programme (UNEP) Stockholm 50+ Conference di Swedia tahun 2022 tersebut, menegaskan di tengah-tengah banyaknya isu kerusakan lingkungan dan amarah masyarakat atas perampasan hak, langkah PT. Dahlia Biru diduga mengkriminalisasi warga dengan tuduhan tindak pidana menghalangi aktivitas pertambangan merupakan tindakan yang gegabah.
“Polres Barsel sebaiknya bijak dalam menangani kasus ini. Saya sendiri sudah berkomunikasi dengan beberapa organisasi Dayak dan lingkungan untuk mengawal kasus ini, termasuk mendapatkan informasi dan bukti dari warga dari desa lain yang lahannya juga dirampas oleh PT. Dahlia Biru untuk jalur hauling,” ingatkan Emma.
Diungkapkan perempuan yang baru saja dipercaya memberikan kuliah Community Land Rights di Global Changemaker Academy for Parliemantery, United Nations System Staff Collegge di Jerman tahun 2024 itu, perlu diketahui juga bahwa lokasi yang digarap oleh PT. Dahlia Biru berdekatan dengan area konservasi Ulin yang sedang dikembangkan oleh Yayasan Ranu Welum bersama dengan warga desa Talekoi selama 5 tahun terakhir.
Kegiatan ini bahkan telah dikenali dan diakui oleh PBB bidang pembangunan United Nations Development Programme (UNDP), sebagai upaya konservasi berbasis komunitas, melalui penghargaan Equator Prize yang diberikan kepada Ranu Welum tahun ini.
“Dengan mencuatnya kasus ini, Yayasan Ranu Welum sendiri secara khusus akan terus mendampingi, mengumpulkan bukti dan mendukung perjuangan masyarakat adat Dayak Maanyan di desa Talekoi atas hak tanah ulayatnya,” tegas salah satu pembicara United Nations Expert Circle untuk regional Asia Pacific (Bangkok) dan Global (Paris), Indigenous voices tahun 2023 itu.
Sebelumnya, sebagaimana diungkapkan oleh General Manager PT. Dahlia Biru, Bimbo, selain lahan milik Fiktoriadi dan Heping, sedikitnya ada 14 sengketa yang masih dalam proses penyelesaian dengan pihak perusahaan, termasuk tanah milik Yustina Juana (Alm) yang diwakili oleh anak beliau Heri Setiawan dan beberapa warga lainnya.(tampetu)
BeritaKalteng.Com Bersama Membangun Kalimantan Tengah