Sanksi : DPRD Barsel tidak yakin terkait validitas data yang dilaporkan oleh Dinkes, terkait kepesertaan BPJS Kesehatan yang ditanggung oleh Pemkab.

Dewan Barsel Tidak Yakin Atas Validitas Data Peserta BPJS Tanggungan Pemkab

Sanksi : DPRD Barsel tidak yakin terkait validitas data yang dilaporkan oleh Dinkes, terkait kepesertaan BPJS Kesehatan yang ditanggung oleh Pemkab pada rapat pembahasan KUA-PPAS APBD Tahun 2021, Senin (23/11/2020).

Beritakalteng.com, BUNTOK – DPRD Kabupaten Barito Selatan tidak yakin bahwa data kepesertaan BPJS Kesehatan yang biayanya ditanggung oleh pemerintah setempat adalah valid.

Ketidakyakinan para anggota legislatif tersebut, menyusul adanya permintaan tambahan dana sebesar Rp4,5 miliar dari pihak Dinas Kesehatan Barsel, dalam program pembiayaan BPJS Kesehatan kepada masyarakat miskin pada mata Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Barsel Tahun 2021.

Dari yang semula pada tahun 2020, anggaran BPJS Kesehatan dalam APBD Barsel sebesar Rp8 miliar, diusulkan bertambah menjadi Rp12,5 miliar.

Hal ini yang kemudian memantik reaksi beberapa anggota dewan, terutama dari Fraksi PDI Perjuangan, Ensilawatika Wijaya, Jarliansyah dan Tri Wahyuni, kemudian dari Fraksi Gerakan Demokrasi Amanat Keadilan (GDAK) Idariani dan dari Fraksi Nasional Pembangunan Berkarya (NPB) H. Zainal Khairuddin.

Pada rapat pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD Barsel tahun 2021, Senin (23/11/2020), Ensilawatika Wijaya mempertanyakan terkait kebenaran data warga miskin yang diikutsertakan sebagai peserta BPJS Kesehatan tanggungan Pemkab.

Pasalnya, berdasarkan data yang diserahkan oleh Dinas Sosial, Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DSPMDes) yang mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah warga miskin di Barsel hanya berada di angka 6.652 orang, sementara di dalam data yang dilaporkan oleh Dinkes adalah 19.385 peserta warga miskin yang diikutsertakan dalam program BPJS Kesehatan.

Padahal, dari total anggaran yang telah dialokasikan sebesar Rp8 miliar pada tahun 2020, sampai dengan saat ini masih tersisa sebesar Rp3 miliar, tetapi pihak Dinkes malah meminta tambahan kenaikan anggaran yang cukup besar pada tahun 2021.

“Terkait tadi anggaran BPJS itu naik menjadi Rp12,5 miliar, saya tahu itu perhitungan darimana? Karena berdasarkan hasil koordinasi kita dengan DSPMDes, jumlah masyarakat miskin kita di Barsel hanya berada di angka 6.652 KK saja,” pertanyakan Ensi.

Sebelumnya, Ketua Komisi III H. Zainal Khairuddin, juga telah melontarkan pertanyaan senada kepada pihak Dinkes terkait hal tersebut.

“Kenapa anggaran BPJS ini bisa meningkat? Kami ingin mengetahui tolak ukur dari perhitungan Bapak yang Rp12,5 miliar itu, jadi berapa jumlah penduduk miskin yang ada di Barsel?” lontar politisi PPP itu.

Disisi lain, masalah ini, dikatakan oleh Jarliansyah, kemungkinan besar muncul adalah akibat dari sistem pendataan yang kurang tepat dan karena tidak adanya upaya pelaksanaan survei terhadap para calon penerima program BPJS Kesehatan tersebut oleh SOPD terkait.

Hal itu, berbanding terbalik dengan daerah lainnya seperti Balikpapan, Kalimantan Timur yang jumlah penduduknya jauh lebih banyak dua atau tiga kali lipat dari jumlah penduduk Barsel.

Sebab, kata dia lagi, di Balikpapan pemkab mampu mengcover seluruh warga miskin mereka, meskipun hanya menyediakan anggaran program BPJS Kesehatan untuk orang miskin hanya berada di angka Rp5 miliar saja.

“Jadi dari apa yang kita bahas dengan DSPMDes tadi, dari sistem pendataan kita yang tidak akurat. Terlepas dari semuanya, itulah yang membuat angkat kepesertaan BPJS kita jadi meningkat jauh,” bongkarnya.

Terkait hal itu, dijelaskan oleh Kepala Dinkes Barsel dr. Djulita Kurniadia Palar, jumlah usulan pendanaan sebesar Rp12,5 miliar tersebut, merupakan angka hasil dari perhitungan kenaikan tarif BPJS Kesehatan pada tahun 2021 yakni sebesar Rp37.800 per peserta.

Jumlah pembayaran itu lebih besar sebanyak Rp12.300 jika dibandingkan iuran yang wajib dibayar pemkab saat ini, yakni sebesar Rp25.500 per orang dengan jumlah kepesertaan sekarang yaitu sebanyak 19.385 peserta.

Hal ini, terang Djul, merupakan diakibatkan adanya pengurangan jumlah subsidi dari pemerintah pusat, dari yang semula sebesar Rp16.500 per orang kini menjadi hanya Rp4.000 per peserta.

“Kenaikan itu untuk mengantisipasi kenaikan tarif iuran BPJS, karena informasinya tahun 2021 yang kita tanggung naik jadi Rp37.800 per peserta,” jelasnya.

Lanjutnya, dampak dari adanya pandemi Covid-19, jumlah angka kepesertaan tersebut kemungkinan besar akan terus bertambah yang diprediksi akan mencapai angka 23.000 peserta pada Desember 2020 sampai awal Januari tahun 2021 mendatang.

“Terus indikator yang kami gunakan, sampai bulan November 2020, jumlah peserta kita di Barsel sudah berada di angka 19.385 peserta. Estimasi sampai dengan Desember tahun 2020 akan mencapai 23.000 peserta. Itu yang menjadi dasar kami menetapkan jumlah anggaran dimaksud,” jelasnya.

Sementara itu, dijelaskan oleh Ketua DPRD Barsel Ir. HM. Farid Yusran seusai memimpin rapat, terjadi scorsing pada pembahasan anggaran di Dinkes dan RSUD Jaraga Sasameh Buntok, dikarenakan kedua instansi tersebut tidak bisa mempertanggungjawabkan data kepesertaan BPJS Kesehatan tersebut.

“Terjadi sedikit alot tadi, karena mereka tidak bisa mempertanggungjawabkan data, kita kejar terus datanya, ternyata tidak bisa dipertanggungjawabkan,” bebernya.

“Jadi kita minta mereka berikan data yang bagus, yang valid, baru kita bisa tetapkan (anggaran) itu,” tegasnya.

Persoalan tersebut, dikatakan Farid lagi, muncul disebabkan oleh karena pihak Dinkes tidak melakukan pendataan ulang terhadap kepesertaan BPJS Kesehatan tersebut.

“Tidak valid karena mereka tidak mendata persoalannya, data yang mereka gunakan itu tahun 2015, itupun sudah banyak ditanggung oleh program KIS pak Jokowi, jadi sisa sedikit,” ungkapnya.

“Yang sedikit itu harusnya diverifikasi di lapangan, tapi mereka merasa kesulitan verifikasi di lapangan karena tidak ada nggaran, akhirnya kepala desa dipanggil. Kepala desa mana tahu dia indikator orang miskin itu seperti apa kriterianya, pokoknya ikutkan saja, jadi datanya sangat subjektif. Akhirnya kan melampaui jumlah data kemiskinan kita,” imbuhnya lagi.(Sebastian)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *