Beritakalteng.com, BUNTOK – Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Barito Selatan, Su’aib membantah adanya isu mengenai dugaan praktik pungutan liar (Pungli) yang dilakukan oleh oknum di Satuan Organisasi Perangkat Daerah (SOPD) yang dipimpinnya.
Isu yang beredar tersebut, dikatakan oleh Su’aib merupakan sebuah misinformasi, karena yang sebenarnya adalah uang Rp50 ribu yang diambil oleh para guru honorer itu bukan merupakan kebijakan Disdik ataupun oknum di Disdik.
Uang tersebut, merupakan iuran yang disetorkan kepada sebuah organisasi yang bernama Guru Honor Non Kategori Diatas 35 Tahun (GTKHNK 35+).
“Mohon maaf pak ini berita tidak benar, setelah kami telusuri memang ada guru-guru honor membentuk organisasi Guru Honor Non Kategori diatas 35 Tahun, yang berupaya mendesak dan memohon kepada Pemerintah Pusat agar mereka bisa diangkat menjadi PNS,” terangnya kepada awak media melalui pesan Whatsapp, Kamis (24/9/2020).
“Dan untuk keperluan tersebut, mereka menarik (iuran) guru-guru honor yang menjadi anggota sebesar 50 ribu per orang,” bebernya lagi.
Ia kemudian menegaskan, bahwa organisasi dimaksud, adalah organisasi yang berdiri sendiri dan bukan bentukan ataupun binaan Disdik.
“Perlu diketahui bahwa organisasi ini bukan bentukan atau binaan Dinas Pendidikan, sehingga masalah pungutan yang mereka lakukan diluar pengetahuan Dinas Pendidikan dan bukan tanggung jawab kami,” tegas Su’aib.
Dijelaskan Su’aib lagi, selama ini pembayaran insentif para guru honor ini menggunakan sistem langsung ditransfer kerekening masing-masing guru.
“Sama sekali tidak ada pak soalnya insentif guru honor dari Dinas itu langsung masuk kerekening masing-masing guru, silahkan dicek ke guru-guru dan kalau ada oknum yang melakukan itu akan kita tindak pak,” tandasnya.
Sementara itu, saat ditemui di Kantor DPRD Barsel, Ketua GTKHNK 35+ Barsel Ahmad Jiadi mengakui, bahwa uang sebesar Rp50 ribu itu benar merupakan iuran yang dibebankan kepada para guru honorer yang tergabung di dalam organisasi.
“Saya ingin meluruskan hal tersebut, bahwa benar uang Rp50 ribu itu untuk menyumbang ke sebuah organisasi,” jelasnya.
Sumbangan itu, nantinya akan digunakan untuk pembiayaan operasional organisasi.
“Untuk keperluan organisasi, seperti kepengurusan dan sebagainya,” akuinya.
Ia menampik bahwa uang dengan nominal seperti itu bisa dikategorikan sebagai pungutan liar.
“Kalau nilainya sampai Rp1 juta, bisa dianggap pungli dan gunanya tidak jelas. Untuk sementara, kami meminta Rp50 ribu sumbangan untuk organisasi kami,” kilahnya.
Menurut Ahmad, sumbangan tersebut sudah merupakan ketentuan dan aturan yang berlaku dalam organisasi mereka.
“Itu ada SOP-nya pak, ada ketentuan dari pusat,” sebutnya.
Sebelumnya, Ketua DPRD Barsel Ir. HM. Farid Yusran, meminta kepada pemkab Barsel untuk melakukan pengusutan adanya laporan dugaan pungli yang dilakukan oleh oknum di dua Satuan Organisasi Perangkat Daerah (SOPD) setempat, yakni Dinas Sosial, Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DSPMDes) dan Disdik.
Diceritakan Farid, berdasarkan laporan yang ia terima, dugaan pungli di Disdik nominalnya tidaklah besar, namun apabila dikalikan sekian ratus bahkan ribuan guru di Barsel, maka jumlahnya menjadi besar.
“Kita mendapat laporan dari masyarakat, bahwa ada dugaan pungli terhadap guru – guru oleh oknum di Dinas Pendidikan,” bebernya.(Sebastian)