
BERITAKALTENG.COM – KUALA KURUN – Puluhan warga Kabupaten Gunung Mas bakal menggelar aksi damai untuk menyampaikan aspirasinya terkait aktivitas truk angkutan kayu dan batu bara yang menggunakan jalan umum untuk mengangkut hasil tambang maupun hutan. Maraknya mobilitas truk perusahaan tersebut bahkan diduga menjadi biang kerusakan Jalan Kuala Kurun – Palangka Raya selama ini.
Koordinator aksi, Yepta Diharja (41) menuturkan bahwa aksi damai tersebut akan melibatkan puluhan masyarakat dari berbagai desa/kelurahan. Aksi untuk menyampaikan keluhan masyarakat terkait truk kayu dan batu bara di jalan umum tersebut, dilaksanakan 28 Juni 2021 di Kantor DPRD Gunung Mas.
“Awalnya kami mau unjuk rasa, karena terkendala surat izin dari kepolisian maka diputuskan untuk mengganti agendanya menjadi rapat dengar pendapat (RDP) dengan wakil rakyat. Jika aspirasi itu tidak juga membuahkan hasil, maka kami akan menggelar aksi lanjutan,” tegasnya saat dibincangi beritakalteng.com, Rabu 23/6/2021).
Aksi tersebut merupakan puncak kekesalan masyarakat terhadap aktivitas truk angkutan perusahaan yang menggunakan jalan umum untuk mengangkut batu bara maupun kayu batangan. Padahal jelas-jelas melanggar Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 7 Tahun 2012 tentang Pengaturan Lalu Lintas di Ruas Jalan Umum dan Jalan Khusus untuk Angkutan Hasil Produksi Pertambangan dan Perkebunan.
“Rencananya sebanyak 20 orang yang terlibat, mereka dari Desa Tumbang Tambirah, Teluk Nyatu, Kuala Kurun hingga pihak keluarga yang menjadi korban kecelakaan dengan truk perusahaan. Kami datang ke DPRD Gunung Mas berharap suara kami didengar, karena itu merupakan salah satu tugas dan fungsi mereka,” imbuhnya.

Yepta Diharja menuturkan bahwa sebelumnya ada oknum dari pihak tertentu yang menawarkan padanya untuk membatalkan aksi unjuk rasa tersebut dengan menawarkan sesuatu. Namun dirinya secara tegas menolak upaya dugaan suap tersebut. Sebab dirinya berpegang teguh pada kebenaran dan kepentingan masyarakat.
“Pokoknya saya tetap berpendirian teguh untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat. Kalau saya sampai menerima tawaran itu, maka takutnya saya akan disumpahi oleh masyarakat sampai anak cucu saya dan bikin malu,” katanya.
Seyogianya, ujar Yepta, sesuai aturan maka perusahaan tambang dan kayu tersebut harus membuat dan menggunakan jalan sendiri untuk mengangkut hasil produksinya. Menggunakan jalan umum merupakan suatu pelanggaran yang nampak jelas di depan mata. Namun selama ini, berbagai pihak yang semestinya berwenang terkesan tutup mata dan seolah dilakukan pembiaran.
“Sebelumnya memang Pemda Gunung Mas dan sejumlah perusahaan itu pernah RDP. Hasilnya perusahaan diminta memperbaiki titik-titik jalan rusak. Namun faktanya perbaikan dimaksud cuma timbunan tanah saja, tidak lama rusak kembali karena dilalui truk perusahaan dan masyarakat,” bebernya.
Perbaikan jalan seperti itu dinilai kurang efektif. Di satu sisi, pemerintah terkesan kurang tegas dalam bertindak dan mengambil keputusan.
“Perbaikan jalan menggunakan dana CSR perusahaan juga kurang tepat. Mestinya CSR dimanfaatkan fokus untuk kepentingan sosial masyarakat, bukan untuk memperbaiki jalan yang mereka (perusahaan, Red) sendiri yang merusak,” pungkasnya.
Sementara itu, wartawan beritakalteng.com mencoba mengkonfirmasi manajer Produksi PT. Hutan Produksi Lestari (HPL), Jojon di nomor 0823-3111-8*** terkait dugaan angkutan perusahaan yang melanggar aturan. Namun hingga berita ini ditayangkan, belum juga mendapat respon atau keterangan resmi dari yang bersangkutan.
(Tim beritakalteng.com)