Beritakalteng.com, PALANGKA RAYA- Sejumlah Individu, Lembaga, Organisasi, dan Komunitas yang tergabung didalam solidaritas peladang Kalimantan Tengah siang tadi melakukan aksi ujuk rasa di depan gedung DPRD Provinsi Kalteng, selasa (10/12) di Palangka Raya.
Aksi tersebut merupakan bentuk kekecewaan massa terhadap para peladang yang selalu di jadikan “kambing hitam” sebagai penyebab utama kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) serta kabut asap di Kalimantan Tengah.
Seperti yang disampaikan koordinator aksi Ferdi Kurnianto dalam press release, terjadi kesenjangan penegakan hukum oleh negara terhadap individu perorangan (Peladang dan Masyarakat Adat.red) dibandingkan terhadap korporasi.
Tak heran pihaknya menilai pemerintah dan negara seakan tutup mata atas sumber utama penyebab kebakaran hutan dan lahan yang sebenarnya.
“Sampai dengan awal bulan Desember ini saja, kami mencatat ada 35 orang Peladang di Kalimantan Tengah yang dijerat hukum atas dakwaan membakar hutan dan lahan.” katanya.
Sementara lanjutnya, berdasarkan data menurut POLDA Kalimantan Tengah, dari 161 Kasus Perorangan terkait Kebakaran Hutan dan Lahan Tahun 2019, 121 orang telah ditetapkan sebagai tersangka. Sementara dari 20 Kasus Korporasi terkait Kebakaran Hutan dan Lahan Tahun 2019, baru 2 Perusahaan yang ditetapkan sebagai tersangka.
Dimana berbagai data yang ada menunjukkan bahwa mayoritas titik-titik panas (hotspot) di Kalimantan Tengah berada pada areal yg telah dibebani (dikuasai) izin-izin konsesi bagi korporasi.
“Kami juga menegaskan bahwa Berladang merupakan bentuk kedaulatan kami terhadap Pangan, Konsumsi, Ekonomi, Sosial, Budaya serta kedaulatan atas Tanah dan Ruang Hidup kami.” ujar Ketua Aman Kalteng ini.
Pihaknya juga menilai, perlakuan yang berlebihan dalam mengekspos para peladang sebagai pelaku pembakaran hutan dan lahan di Kalimantan Tengah merupakan tindakan yang melanggar Hak Azasi Manusia. (HAM)
Hal tersebut dikarenakan dampak negatif yang membentuk stigma dan paradigma di publik yang seolah-olah bahwa Peladang dan Praktek-Praktek Perladangan Tradisional adalah penyebab utama kebakaran hutan dan lahan.
“bagi kami Praktek-Praktek Perladangan Tradisional dengan menerapkan kearifan lokal yang salah satunya dengan tata cara Pembakaran Ladang adalah upaya untuk mempertahankan Hidup, Tradisi dan Budaya Dayak.” bebernya
Tuntutan Massa Aksi Ke Pemerintah
Dalam askinya, massa menuntut kepada Pemerintah dan Aparat Hukum untuk segera membebaskan semua peladang yang sedang menjalani proses hukum dan yang sudah ditahan, tanpa syarat.
Menegaskan kepada Pemerintah dan Aparat Hukum untuk tidak lagi melakukan upaya kriminalisasi terhadap peladang tradisional mulai saat ini hingga akan dating.
Menegaskan kepada setiap orang bahwa Pembakaran Ladang bukan Pembakaran Hutan dan Lahan.
Menegaskan kepada setiap orang bahwa praktik berladang adalah upaya mempertahankan hidup, tradisi dan budaya Dayak.
Menyatakan kepada Pemerintah dan Aparat Hukum bahwa Pelarangan Berladang dengan menerapkan praktek-praktek kearifan lokal adalah salah satu bentuk penghancuran budaya dan tradisi.
Menegaskan bahwa praktek Perladangan Tradisional oleh masyarakat di Kalimantan Tengah merupakan bentuk kedaulatan mereka terhadap pangan, konsumsi, ekonomi, sosial, budaya serta kedaulatan atas tanah dan ruang hidup.
Pemerintah harus menindak tegas dan transparan sesuai hukum setiap korporasi yang melakukan pembakaran hutan dan lahan pada areal konsesi izinnya.
Pemerintah harus segera mencabut izin-izin korporasi yang terbukti melanggar aturan (perizinan, pelanggaran pada praktek produksi, dan sebagainya).
Pemerintah harus segera mencabut dan/atau merevisi setiap regulasi terkait pelarangan berladang dengan kearifan local serta berbagai regulasi yang tidak kontekstual dengan masyarakat adat (Inpres No. 11 Tahun 2015, Surat Edaran Kapolri No. SE/15/XI/2016, dll).
Segera bentuk dan sahkan PERDA Perladangan berbasis Kearifan Lokal Masyarakat Adat Dayak Kalteng.
Segera bentuk dan sahkan PERDA Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat Dayak Kalteng.
Sahkan RUU Masyarakat Adat.(Aa)