BeritaKalteng.com, PALANGKA RAYA – Salah satu upaya mendorong percepatan pembangunan proyek pembangunan rel perkeretaapian di Kalimantan Tengah (Kalteng), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalteng menggelar rapat pembahasan, terkait presentasi Perjanjian Regres dari Kementrian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu RI), bertempat di ruang rapat gabungan DPRD Kalteng, Jumat (24/05) pagi ini.
Rapat pembahasan ini dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD Kalteng H Heriansyah SE, diikuti oleh sejumlah unsur pimpinan komisi beserta anggota dewan lainnya. Hadir pula, perwakilan pemerintah provinsi (pemprov), yang diwakili oleh Asisten I Setda Provinsi Nurul Edy, Kepala Dinas Perkebunan (Disbun) Kalteng Rawing Rambang, Kepala Bappeda Kalteng Yuren S Bahat beserta jajaran.
Kegiatan ini dimaksudkan, untuk mendengarkan presentasi dari Kemenkeu RI, terkait skema penjaminan pendanaan dan perjanjian penyelesaian utang antara pemerintah pusat dengan pemprov. Presentasi ini, disampaikan secara bergantian, oleh perwakilan Kemenkeu RI, diantaranya Kasi Peraturan dan Perjanjian DJPPR Irsad Zeily, Kasi Perencanaan Kewajiban Kontigensi DJPPR Haryo Seno dan Kasubdit Analisis Kewajiban Kontigensi Lalu Taruna Anugerah.
Seusai kegiatan tersebut, saat ditemui sejumlah awak media Wakil Ketua DPRD Kalteng H Heriansyah SE menyampaikan, ada 2 (dua) poin yang dipresentasikan oleh pihak Kemenkeu RI, yakni berkenaan dengan adanya ‘Memorandum of Understanding’ (MoU) penjaminan pendanaan pembangunan rel perkeretaapian, yang menghubungkan wilayah Puruk Cahu – Bangkuang – Batanjung.
MoU yang dimaksud, yakni adanya MoU antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, dan MoU antara pemerintah pusat dengan DPRD Kalteng, sebagai tindaklanjut rencana pembangunan proyek tersebut.
“Hal ini sebenarnya cukup panjang, karena rencana pembangunan ini sudah dilakukan sejak tahun 2010 lalu hingga sekarang. Dan, bila melihat target pembangunannya, berdasarkan peraturan daerah (perda) yang ada, yakni dari tahun 2014 hingga 2034, sekitar 20 tahun masa pembangunannya.”
“Jadi, sebelum MoU tersebut ditandatangani antar pihak, maka mereka (Kemenkeu RI,red) mempresentasikan dulu, beberapa hal terkait penjaminan pendanaan pembangunan proyek tersebut kepada sejumlah pihak, termasuk DPRD Kalteng,” ujar Wakil Ketua DPRD Kalteng, seusai memimpin rapat pembahasan siang ini.
Kembali disampaikannya, penyampaian dari Kementrian Perekonomian sudah tidak bisa dipungkiri, sebabnya mereka sudah mengacu kepada peraturan dan perundang-undangan yang memang ada.
“Namun, hal yang belum jelas, yakni dari paparan pemda. Dimana, salah satu contohnya, seperti yang disampaikan saya tadi, dalam rapat pembahasan, yakni berkenaan dengan sejauhmana jaminan ijin lingkungan yang diajukan kepada pemerintah pusat?,” tanya Heriansyah, disampaikan melalui sejumlah awak media.
Lanjut Ia menuturkan, bahwa dirinya juga pernah mengikuti pertemuan, pada bulan Maret 2019 lalu, yang juga membahas hal ini.
Saat itu, Ia mengutarakan menjadi perdebatan, yakni pihak Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI (Kemen LHK RI), secara berulang-ulang pernah menyampaikan surat kepada pemda, agar segera merubah permohonan dari PT BTB, yang tidak lagi atasnama pihak ketiga, melainkan atasnama pemda, berkenaan ijin lingkungan.
Sementara itu, Kasubdit Analisis Kewajiban Kontigensi Kemenkeu RI, Lalu Taruna Anugerah kepada sejumlah awak media menyampaikan, sebenarnya hal ini kan sudah lama dilakukan. Namun, menjadi hal penting dari para investor, adalah penjaminan pendanan, dari pemerintah pusat, dalam pelaksanaan pembangunan proyek ini.
“Permasalahannya kan, yakni lebih pada kesiapan dari pemrov itu sendiri. Nah dalam akhir-akhir ini, pemprov sudah melakukan beberapa upaya percepatan pembangunan proyek ini. Sehingga, pemprov sekarang sedang memenuhi kelengkapan-kelengkapan yang dipersyaratkan,” terangnya.
Lalu juga mengatakan, penjaminan pendanaan juga merupakan salah satu kelengkapan yang dipersyaratkan. Untuk itulah, maka pihak Kemenkeu RI, diundang oleh DPRD Kalteng, agar dapat memberikan penjelasan-penjelasan, berkenaan skema penjaminan pendanaan dan perjanjian penyelesaian utang antara pemerintah pusat dengan pemprov.
“Penjaminan pendanaan ini, sifatnya hanya sebagai pelengkap. Kalau perjanjian kerjasamanya sudah siap dan investor memang membutuhkan penjaminan dari pemerintah pusat, maka Kemenkeu RI akan mengkaji dan memberikan jaminan yang diminta itu,” kata Lalu.
Ditambahkannya, penjaminan pendanaan, bukan lah satu-satunya yang menghambat pembangunan proyek ini, karena penjaminan pendanaan hanyalah salah satu kelengkapan persyaratan saja, dan masih ada lagi beberapa kelengkapan persyaratan lainnya, yang harus juga dilengkapi oleh pemprov.
“Sepanjang persyaratan administrasinya sudah lengkap, maka Kemenkeu RI akan memberikan penjaminan pendanaan pembangunan proyek ini,” ujarnya.
Disampaikannya kembali, peran Kemenkeu RI dalam pembangunan proyek rel perkeretaapian ini, adalah melakukan mitigasi atas berbagai resiko, yang akan timbul dikemudian hari.
Sebagai contohnya, saat ini kan Kalteng sudah memiliki perda angkutan khusus, agar perusahaan tambang maupun kelapa sawit, dalam mengangkut hasilnya tidak menggunakan jalan umum, tapi harus menggunakan jalur rel perkeretaapian yang sedang dipersiapkan ini.
Namun ternyata, seandainya perda tersebut dikemudian harinya dicabut dan tidak diberlakukan lagi, maka dampak dari pencabutan itu, menimbulkan suatu kerugian kepada para investor, maka Kemenkeu RI akan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah, untuk membayar kerugian tersebut.
Dan apabila, nyatanya pemprov tidak mampu lagi membayar semua kerugian tersebut, maka penjamin lah (Kemenkeu RI,red) yang selanjutnya akan membayar kerugian tersebut. Sehingga, tidak membebani APBD pemprov Kalteng.(YS)