Legislatior Ini Minta Pemerintah Inventarisir Bangunan Sarang Walet

Beritakalteng.com, PALANGKA RAYA – Berbagai pertimbangan pendirian usaha sarang burung walet, haruslah memperhatikan berbagai pertimbangan khusus, antara lainnya terkait perijinannya, dampak lingkungan, dan pengenaan pajak yang menjadi salah satu sumber pendapatan daerah.

Hal inilah yang disampaikan oleh anggota Komisi B DPRD Kalteng, H Syamsul Bachri saat ditemui awak media. Dirinya menyarankan, agar dalam pembangunan sarang burung walet, tidak dilakukan secara sembarangan, karena harus memperhatikan pertimbangan-pertimbangan tersebut.

“Saya menyarankan, agar pemerintah daerah dapat terlebih dulu menginventarisir bangunan sarang burung walet yang sudah berdiri, kemudian mengkaji kembali perijinan yang sudah dimiliki, dan selanjutnya pengenaan pajak kepada para pemilik sarang burung walet,” katanya, Selasa (26/03).

Dirinya mengatakan, dalam hal perjinan hendaknya pemerintah daerah harus lebih selektif lagi dalam mengeluarkan perijinan. “Perijinan dalam mendirikan sarang burung walet, harus mengantongi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), memiliki Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), serta adanya persetujuan dari lingkungan sekitarnya, terutama dari masyarakat sekitar, apabila bangunan tersebut didirikan di sekitar pemukiman penduduk,” ucapnya.

Kemudian, mengenai pajak yang dikenakanpun, haruslah memperhatikan beberapa pertimbangan. “Pajak dapat dikenakan kepada pemilik sarang burung walet yang sudah menghasilkan, dan tentunya juga besaran pajak yang dikenakanpun, tidak lebih besar dari besaran zakat kepada Allah Swt. Kalaupun bisa besaran pajaknya di bawah 2,5 persen, 2 persen atau 1 persen dari pendapatan,” sarannya.

Dirinya menambahkan, seperti di Kabupaten Barito Selatan Provinsi Kalteng, selain komoditas karet dan rotan, usaha sarang burung walet juga menjadi salah satu sumber perekonomian, dan sumber mata pencaharian masyarakat setempat.

“Mengingat, untuk mendirikan bangunan sarang burung walet, tidak sedikit modal yang dikeluarkan, hingga mencapai puluhan, bahkan ratusan juta rupiah. Dan modal itupun, rata-rata diperoleh masyarakat dari modal pinjaman dari bank,” pungkasnya. (Ys)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *