BeritaKalteng, Palangka Raya- dugaan adanya mahar politik yang mewarnai pemberitaan akhir-akhir ini tidak hanya ditanggapi sejumlah kalangan akademika saja. Akan tetapi juga ditanggapi sejumlah tokoh politisi di Kalteng.
Seperti yang disampaikan Ashera, mahar politik adalah mahar yang tidak resmi dan tidak sah, dikarnakan tidak dilindungi payung hukum. Sama denganya pungli atau memeras calon yang bersangkutan.
“Kalau sudah dimintai uang atau bersifat mahar politik terkhusus, dari Rp.350 juta, Rp.500 juta sampai dengan Rp.1 Miliar, ini namanya adalah pembiayaan politik yang tidak diatur oleh payung hukum” ujar Ashera baru-baru ini.
Oleh karnanya lanjutya, Pemerintah dalam hal ini melalui Instansi, badan, maupun institusi terkait baik itu Panwaslu, Bawaslu, dan lain sebagainya. Harus menindaklanjuti dan memberikan masukan kepada Pemerintah Pusat.
Masukan yang dimaksudkan tambah Ashera menjelaskan lebih dalam, terkait perihal praktik mahar politik agar tidak terjadi lagi. Tapi bagaimana biaya politik dapat diatur melalui payung hukum.
“Setiap calon yang diseleksi dan kemudian lulus, maka itu bisa dikenakan biaya resmi tentang hal-hal yang terjadi didalam Partai yang mengusung, dengan catatatan tidak bersifat memeras” paparnya menambahkan.
Adapun biaya resmi yang perlu diatur, semisal biaya kampaye baik melalui sistem tertutup maupun terbuka, biaya sosilasisasi, perjalanan, dan lain sebagainya. Perlu dibuat usulan terlebih dahulu.
Dengan usulan yang sudah dirancang tersebut, nantinya akan diseleksi hingga akhirnya disetujui. Dari hasil persetujuan yang sudah disepakati tersebut hendaknya dapat diketahui oleh lembaga pengawasan pelaksanaan Pilkada.
“Ketika mekanisme tersebut dilaksanakan, maka dana yang dikeluarkan dari hasil kesepakatan dan ditandatangani. Maka dana tersebut dapat dikatakan sah, ini yang kita harapkan.” tutupnya.(Aa)