Beritakalteng.com, BUNTOK – Dua orang saksi persambitan lahan dengan Fiktoriadi dan Heping di Desa Talekoi, Kecamatan Dusun Utara, Kabupaten Barito Selatan yang diduga diserobot oleh PT. Dahlia Biru, mengakui kebenaran yang disampaikan oleh keduanya.
Pengakuan kebenaran pernyataan Fiktoriadi dan Heping ini, disampaikan oleh saksi atas nama Sinderman dan Miak, setelah menjalani pemeriksaan di Polres Barsel, Kamis (9/10/2025).
“Memang benar lahan yang digusur oleh PT. Dahlia Biru itu adalah lahan yang dikelola oleh Fiktoriadi dan Heping warisan dari orang tua mereka,” ungkapnya.
Untuk menguatkan kebenaran tersebut, mereka berempat kemudian memutuskan membuat surat keterangan pernyataan persambitan secara bersama – sama.
“Surat keterangan itu benar kami yang buat bersama – sama, saya dan ibu saya (Miak) adalah yang ikut bertanda tangan di dalam surat tersebut di atas meterai,” tukas Sinderman.
Sementara itu, ditambahkan dia lagi, untuk persoalan SKT atas nama Atuh yang diterangkan oleh penyidik Polres Barsel diklaim Lionedi merupakan bukti keabsahan kepemilikan lahan tersebut, ditegaskan oleh Sinderman dan Miak, tidak pernah diketahui oleh mereka dan mereka tidak pernah merasa ikut menandatangani sebagai saksi persambitan di surat tersebut.
“Kami tidak pernah tau ada surat itu dan tidak pernah merasa menandatangani surat tersebut. Apalagi ketika surat itu diperlihatkan kepada kami, tanda tangan yang dibubuhkan di atasnya mengatasnamakan saya dan ibu saya (Miak), itu bukan tanda tangan kami,” tegas Sinderman.
Sebelumnya, Fiktoriadi dan Heping dipanggil penyidik Polres Barsel untuk memberikan keterangan atas laporan yang dilayangkan oleh masyarakat bernama Rahman yang mempersoalkan pembatasan di atas lahan yang sudah digusur oleh PT. Dahlia Biru untuk digunakan sebagai jalan houling batu bara di wilayah Desa Talekoi.
Lahan ini diklaim oleh PT. Dahlia Biru adalah milik Atuh (Alm) yang kini diteruskan pengelolaannya oleh anak yang bersangkutan yakni bernama Lionedi, dan di lahan tersebut sudah dibebaskan pada tahun 2009 lalu.
Padahal lahan tersebut merupakan lahan yang diakui oleh Sinderman dan Miak sebagai lahan tempat Fiktoriadi dan Heping berkebun karet dan sawit selama beberapa puluh tahun sejak ayah mereka masih hidup.
“Sementara lahan yang dikelola oleh Lionedi adalah di sebelah bawah, tempatnya berbeda dengan yang sudah digusur oleh perusahaan sekarang ini. Itu posisi lahannya berada di dekat sungai air Hitam, sedangkan lahan yang sudah digusur PT. Dahlia Biru ini lokasinya berada di dekat jalan Talekoi – Majundre,” bebernya.
“Nah kalau yang di wilayah sungai hitam itu benar tanahnya Atuh berbatasan dengan milik kami dua ibu (Miak), dan di lokasi tersebut lahan kami juga sudah kami bebaskan ke PT. Dahlia Biru tahun 2009 sama – sama dengan punya Lionedi, saya terima Rp500 ribu, ibu saya terima Rp2,5 juta,” terang dia menambahkan.

Informasi yang diterima awak media, penyidik akan melaksanakan mediasi dengan memanggil semua pihak, yaitu Fiktoriadi, Heping, Sinderman, Miak, Lionedi, Kepala Desa Talekoi, Damang Adat dan pihak PT. Dahlia Biru untuk duduk bersama pada Selasa (14/10/2025) di Polres Barsel.
“Ya tentu,” jawab Kapolres Barsel, AKBP Jecson R. Hutapea, SIK, singkat membenarkan informasi tersebut, melalui pesan singkat, Jumat (10/10/2025).
Sementara itu, Fiktoriadi dan Heping menegaskan tidak akan membuka pembatas di atas lahan mereka apabila tidak ada etikad baik perusahaan dalam penyelesaian permasalahan ini.
“Kami tidak bisa membuka pembatas di atas lahan kami itu apabila tidak ada diselesaikan dulu persoalan ini secara baik oleh pihak perusahaan, termasuk semua lahan – lahan masyarakat yang digusur oleh perusahaan, itu harus selesai semua urusannya,” tegas Fiktoriadi.
Sementara itu, pihak PT. Dahlia Biru dan Lionedi meskipun sudah berusaha mengkonfirmasi persoalan ini, pihak – pihak yang bersangkutan tidak memberikan jawaban apapun.(tampetu)
BeritaKalteng.Com Bersama Membangun Kalimantan Tengah