Beritakalteng.com, BUNTOK – Dinas Ketenaga Kerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Barito Selatan menyarankan agar PT. Artha Contractors (AC) segera menyelesaikan sengketa hubungan industrial dengan para eks karyawan dan karyawan mereka yang dirumahkan, selambat – lambatnya hari Jumat dalam Minggu ini.
Sempat tidak hadir dalam dua kali panggilan sebelumnya, managemen PT. AC yang diwakili oleh Chief Port of ISP Damparan, Mushaf Ladjawa, akhirnya menghadiri mediasi antara perusahaan dengan Ali Wardana Cs di Kantor Disnakertrans Barsel, Selasa (9/3/2021).
Diterangkan oleh Kepala Disnakertrans Barsel, Agus In’yulius melalui Kabid Hubungan Industrial (HI) dan Jamsostek, Alamsyah, berdasarkan hasil pertemuan tersebut, kedua belah pihak bersepakat akan menyelesaikan persoalan sengketa HI ini melalui Bipartit.
“Kami sarankan untuk Bipartit, paling lambat hari Jumat ini,” tukas Alam.
“Kedua belah pihak setuju,” lanjutnya menambahkan.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, puluhan karyawan berstatus dirumahkan dan mantan pekerja PT. AC, menuntut agar perusahaan yang beroperasi di wilayah Desa Damparan, Kecamatan Dusun Hilir, Kabupaten Barito Selatan tersebut, segera memenuhi hak mereka.
Salah satu yang menyampaikan tuntutan adalah Ali Wardana (38), laki-laki yang sebelumnya bertugas sebagai Crew Conveyor di pelabuhan penumpukan batubara milik PT. Asmin Koalindo Tuhup (AKT) itu, mulai dirumahkan pada bulan Agustus tahun 2020 lalu.
Ada beberapa permasalahan yang menjadi sengketa industrial antara PT. AC dengan para karyawan non aktif dan eks karyawan mereka, diantaranya adalah pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak dari perusahaan, hingga tidak terbayarkannya hak para karyawan mereka yang saat ini dirumahkan.
Diceritakan oleh Ali, dirinya dirumahkan oleh pihak perusahaan dengan alasan pengurangan men power dalam rangka menekan laju penyebaran virus Corona (Covid-19).
Bahkan diakui Ali lagi, pada saat dirumahkan, beralasan kesulitan ekonomi karena terdampak Sars Cov 2 itu, pihak perusahaan memotong jumlah gaji yang ia terima per bulannya sebesar 20 persen dari sekitar sebesar Rp3,1 juta sesuai Upah Minimum Kabupaten (UMK) menjadi sekitar Rp2,4 juta saja.
Namun, kejadian selanjutnya adalah pihak perusahaan tidak ada lagi mengirimkan gaji yang menjadi haknya tersebut selama empat bulan belakangan.
“Selama empat bulan ini, gaji kami tidak pernah lagi dibayarkan oleh perusahaan, padahal kami sudah terima saja gaji kami dipotong sebesar 20 persennya, sebab kata perusahaan lagi kesulitan ekonomi akibat Covid-19 ini,” keluh Ali, kepada awak media, Senin (8/2/2021).
Selain gaji tidak pernah lagi dibayarkan, Ali juga mengungkapkan bahwa dirinya sangat kecewa dengan pihak PT. AC, lantaran anak Borneo Grup tersebut, saat ini kembali menerima karyawan lain yang berstatus harian lepas.
Ia khawatir, kejadian ini akan berdampak pada psikologis para karyawan yang dirumahkan dan eks karyawan yang berujung pada tindakan anarkis dan bentrok antara masyarakat lokal yang bekerja disana.
“Kenapa kami dirumahkan, tapi perusahaan malah menerima karyawan baru? Meskipun itu statusnya karyawan lepas. Janganlah pihak perusahaan membenturkan masyarakat seperti ini!” kecewa Ali.
Dengan tegas, pria yang memiliki tiga orang anak ini, kemudian meminta pihak perusahaan sesegera mungkin membuat keputusan, agar ada kejelasan statusnya sebagai karyawan PT. AC.
“Kalau mau PHK, ya putuskan saja, kita terima saja, jangan digantung seperti ini. Supaya kami bisa berpikir untuk mencari pekerjaan lainnya apabila memang kami statusnya diberhentikan!” tegasnya.
Selain Ali, salah satu mantan karyawan PT. AC lainnya, Suriadi (38), juga turut menyampaikan keluhan terkait dengan kebijakan perusahaan tersebut yang dinilainya tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.
Menurut pria yang pernah bekerja selama tujuh tahun sebagai Security di PT. AC itu, ia berhenti bekerja dikarenakan dipaksa oleh pihak managemen perusahaan untuk menandatangani surat pengunduran diri, padahal kontrak kerjanya masih tersisa beberapa bulan lagi.
“Saya dipaksa menandatangani surat pengunduran diri. Memang waktu itu ada masalah, tapi kan kalau ada masalah itu, pihak perusahaan seharusnya memberikan SP dulu, bukannya saya yang dipaksa mengundurkan diri dari pekerjaan,” ungkapnya.
Yang anehnya lagi, setelah hampir dua tahun berstatus eks karyawan, BPJS Ketenaga Kerjaan milik Suriadi hingga kini masih berstatus aktif.
Hal ini, kemudian menyulitkan dirinya untuk melakukan pencairan dana jaminan sosial tenaga kerja tersebut.
“Hampir dua tahun saya sudah berhenti, tapi ketika saya cek di BPJS Palangka Raya, BPJS saya masih aktif. Saya jadi bingung, bagaimana caranya supaya saya bisa mencairkan dana itu kalau statusnya masih aktif?” keluhnya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Jamsostek Disnakertrans Barsel, Alamsyah, sudah melakukan pemeriksaan ke lapangan.
Dari hasil pemeriksaan, Alamsyah mengakui bahwa selama ini pihak PT. AC belum memenuhi kewajiban sebagaimana ketentuan yang berlaku. Pasalnya, di perusahaan belum ada terbentuk serikat buruh maupun Lembaga Kerjasama (LKS) Bipartit.
“Belum ada terbentuk serikat buruh apapun dan LKS Bipartit di PT. AC, ini cukup menyulitkan penyelesaian kasus sengketa antara karyawan dan perusahaan ini,” terangnya.
Untuk itu, ia kemudian mendorong agar sengketa tersebut sesegera mungkin diselesaikan melalui LKS Bipartit.
“Sebagai tiang tengah, kami mendorong agar sengketa ini bisa segera diselesaikan sebagaimana prosedur yang berlaku,” tandasnya.
Sementara itu, saat dikonfirmasi oleh awak media, Senin (8/2/2021),
Loading and Unloading Supervisor PT. AC, Yusuf Mustofa, enggan memberikan komentar.
“Nanti minta keterangan dengan bapak ini saja (Alamsyah), semua sudah kita jelaskan tadi,” imbuhnya sembari menunjuk kearah Alamsyah.
Berdasarkan data yang berhasil dihimpun oleh awak media, saat ini ada setidaknya 26 orang karyawan yang tengah dirumahkan oleh PT. AC.(Sebastian)