SAMPIT, Gerakkalteng.com – Wakil Ketua Komisi III DPRD Kotim,Sarjono SH, mengingatkan kepada semua pihak Perusahaan Besar Swasta (PBS) di Kotim untuk meneliti kembali makna dari konsep adanya Program Corporate Social Responsibility (CSR) yang diterapkan oleh pemerintah, khususnya di Kotawaringin Timur ini.
” Dalam hal ini setiap Perusahaan memiliki berbagai bentuk tanggung jawab terhadap seluruh pemangku kepentingannya, segala aspek operasional perusahaan yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Kita ketahui bersama CSR diperuntukan untuk pembangunan berkelanjutan, artinya disini harus seimbangan antara keuntungan dengan sosial, korbannya disini adalah masyarakat,” Ungkap Sarjono, Jumat (5/10).
Selain itu menurutnya, suatu organisasi, terutama perusahaan, dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya, tidak semata berdasarkan dampaknya dalam aspek ekonomi, misalnya tingkat keuntungan atau deviden, tetapi juga harus menimbang dampak sosial dan lingkungan yang timbul dari keputusannya itu.
“Baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka yang lebih panjang. Dengan pengertian tersebut, CSR dapat dikatakan sebagai kontribusi perusahaan terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan dengan cara manajemen dampak (minimisasi dampak negatif dan maksimisasi dampak positif) terhadap seluruh pemangku kepentingannya,”Lanjutnya.
Sarjono mencotohkan saat ini yang terjadi di wilayah utara Kotim, dia menilai tidak seimbangannya penghasilan perusahaan dengan kotribusi program CSRnya terlihat dari cara mereka meberikan peluang kerja yang hanya mendasari kepentingan sepihak saja.
“Kita tahu bahwa SDM kita di daerah pedalaman jelas tidak bisa mengimbangi, lalu dipaksakan oleh suatu kebutuhan sehingga warga harus memilih pekerjaan yang tidak dia pahami, disinilah kita melihat tidak balance sekali, kenapa pihak PBS tidak menciptakan peluang kerja yang lain, sehingga masyarakat benar-benar merasa nyaman dengan adanya pihak investor di daerahnya,” Lanjutnya.
Bahkan Legislator Partai Golkar ini juga mencontohkan, bisa saja suatu perusahaan baik perkebunan maupun HTI (Hutan Tanam Industri) menciptakan lapangan kerja, menyesuaikan keahlian masyarakat, di daerah operasionalnya.
“Banyak, bukan menanam sengon saja, atau sawit lagi, Singkong misalnnya, bahkan hasil karya lokal lainnya itu bisa saja di budidayakan dan di ekspor hingga ke luar negeri, yang terpenting menyesuaikan kemampuan SDM kita, kalau di paksakan di didik jelas sangat sulit dan belum tentu berhasil, ini fakta uang terjadi saat ini,”Tutupnya.
(So)