Foto : Gambar udara lokasi tambang batu bara PT. BPM.

Penetapan VC Sebagai Tersangka Kasus Zirkon “Lampu Merah” Bagi Pemerintah

Beritakalteng.com, PALANGKA RAYA – Penetapan tersangka terhadap Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kalimantan Tengah, VC dalam kasus dugaan korupsi penjualan zirkon ilegal PT Investasi Mandiri (IM), oleh Kejaksaan Tinggi setempat pada Kamis (11/12/2025), merupakan alarm peringatan yang sangat kencang bagi pemerintah Bumi Tambun Bungai untuk segera memperbaiki sistem birokrasi korup.

Bencana ekologis merupakan dampak langsung dari kerusakan lingkungan, perilaku pembiaran terhadap korporasi maupun individu ekstraktif menjadi salah satu faktor utama penyebab kegagalan dalam mengantisipasi amukan alam.

Sikap tak acuh atas rusaknya lingkungan akibat aktivitas pengerukan alam secara membabi buta dikarenakan adanya pemufakatan jahat dan janji pemberian, harus segera dihentikan.

Berkaca dari bencana banjir bandang yang meluluhlantakan tiga provinsi di pulau Sumatera, serta menghilangkan ribuan nyawa, adalah alasan kuat bahwa tidak boleh ada kompromi bagi kasus kerusakan lingkungan.

Kinerja lambat dari intansi di daerah dalam menegakkan aturan dan memperketat pengawasan terhadap aktivitas pertambangan dan penggundulan hutan, bisa jadi merupakan bagian dari kong kalikong korporat atau individu “nakal” dengan pejabat dinas maupun aparat penegak hukum.

Sebagaimana hasil penelusuran awak media, selama lima tahun terakhir jumlah kerusakan lingkungan akibat penggundulan hutan dan aktivitas tambang, baik yang legal maupun ilegal di Kalteng semakin meningkat.

Contohnya adalah di wilayah Kecamatan Kapuas Tengah, Kabupaten Kapuas, citra satelit menunjukan adanya ribuan hektar lahan rusak akibat aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) oleh masyarakat. Diduga perilaku ini sudah berlangsung puluhan tahun dan kemungkinan akan terus bertambah, tanpa ada tindakan nyata dari aparat penegak hukum dan pemerintah daerah.

Selain itu, dari data yang berhasil dihimpun di wilayah Kabupaten Barito Selatan, Barito Utara, Barito Timur, Murung Raya dan Gunung Mas, banyak perusahaan tambang berizin yang ternyata melakukan aktivitas pertambangan tanpa mengindahkan pengelolaan lingkungan hidup seusai standar dan baku mutu.

Di Barsel dan Barut, ada setidaknya sejumlah perusahaan besar yaitu PT Palopo Indah Raya (PIR), PT Wahana Agung Sejahtera (WAS) dan PT Bara Prima Mandiri (BPM) yang melakukan penambangan batu bara dengan sistem dewatering amburadul, dan diduga menjadi biang kerok tercemarnya sungai Hingan dan sungai Ayuh.

Sejak tahun 2021 warga Dusun Luwir, Desa Muara Singan, Kecamatan Gunung Bintang Awai (GBA), Kabupaten Barsel berjuang menuntuk hak mereka mendapatkan kompensasi dari sejumlah perusahaan tambang tersebut.

Dalam perjalanannya, beberapa masyarakat bahkan sempat dilaporkan oleh pihak perusahaan ke Kepolisian, karena dianggap melakukan tindakan menghalangi aktivitas pertambangan. Mirisnya lagi, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Barsel yang semestinya menjadi sentral pembuktian dugaan pencemaran, bertindak seolah – olah bagian dari perusahaan.

Lebih parah lagi, adalah di Kabupaten Gunung Mas, sejumlah perusahaan tambang batu bara bahkan melakukan pengangkutan batu bara melalui jalan raya, sehingga menyebabkan puluhan kilometer jalan Trans Kalimantan Palangka Raya – Kuala Kurun menjadi rusak parah.

Menanggapi hal ini, Kepala DLH Provinsi Kalteng, Joni Harta, melalui Kabid Penaatan dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan, Tarmiji, berjanji akan mengambil langkah awal, untuk mengungkap kebenaran dugaan tidak becusnya pengelolaan limbah tambang oleh beberapa perusahaan tambang tersebut.

“Kami akan menindak lanjuti hal tersebut, sembari koordinasi dengan DLH Kabupaten setempat mengenai hal tersebut, apa yang telah mereka lakukan. Serta akan melakukan pengawasan tidak langsung (dengan mengacu pada Permen KLHK No.14 tahun 2024) dengan cara memanggil pihak perusahaan,” terang dia, melalui pesan singkat, Selasa (16/12/2025).

Foto : Kondisi lahan tambang PT. BPM yang diduga tidak memenuhi standar GMP, dengan tidak ditemukannya sistem dewatering yang baik untuk pengolahan limbah tambang.

 

Salah satu founder Yayasan Ranu Welum, Emmanuela Shinta, bahkan mengaku geram mengetahui adanya dugaan pelanggaran oleh Perusahaan Besar Swasta (PBS) di Kalteng yang melakukan aktivitas penambangan batu bara tanpa menerapkan pengelolaan lingkungan hidup yang benar.

Aktivis lingkungan yang kerap berbicara di forum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) tentang iklim dan hak masyarakat adat tersebut menegaskan bahwa pembiaran terhadap adanya pelanggaran pengelolaan lingkungan hidup oleh siapapun termasuk PBS, akan berdampak buruk dan bisa saja menimbulkan bencana ekologis yang akan berbahaya bagi kelangsungan alam, bahkan kehidupan manusia itu sendiri.

Dia menuding, salah satu “aktor” dalam bencana ekologis adalah PBS “nakal” yang melakukan pembabatan dan pengerukan hutan secara besar – besaran tanpa peduli terhadap tata kelola lingkungan yang baik dan sesuai standar yang sudah ditetapkan di dalam peraturan berlaku.

“Yang pasti (saya merasa) kesal, kalau sampai ada bencana ekologis yang terjadi, asal mulanya pasti dari pelanggaran – pelanggaran dan pencemaran lingkungan skala kecamatan/kabupaten oleh perusahana ekstraktif,” tuding dia, Minggu (14/12/2025).

Selain itu, gadis yang baru saja dipercaya memberikan kuliah Community Land Rights di Global Changemaker Academy for Parliemantery, United Nations System Staff Collegge di Jerman tahun 2024 itu, juga menyayangkan sikap pemerintah yang seolah tak acuh atas banyaknya konflik yang terjadi antara masyarakat dengan PBS.

“Tambah lagi banyaknya konflik dan sengketa lahan antara masyarakat dan perusahaan tambang. Tolong pemerintah setempat terutama DLH menindak tegas, jangan pengaduan masyarakat diabaikan dan warga berjuang sendiri!” pinta dia.

Bahkan, pendiri yayasan yang baru saja menerima penghargaan dari PBB atas dedikasinya dalam upaya menjaga kelestarian hutan hujan Kalimantan melalui program konservasi kayu ulin di wilayah Desa Talekoi, Kecamatan Dusun Utara, Kabupaten Barito Selatan ini, mengaku siap mengawal pemerintah dalam melakukan tindakan tegas terhadap PBS yang terbukti melakukan pelanggaran pengelolaan lingkungan hidup yang berpotensi mencemari dan mengakibatkan bencana.

“Pokoknya kalau sudah ada konflik lahan dan bukti pencemaran lingkungan yang sangat jelas seperti di sejumlah video yang bersileweran, itu sudah lampu merah. Perusahaan terkait harus segera bertanggung jawab, pemerintah menindak dan komunitas/organisasi sipil akan mengawal!” tegas Shinta.

Kegeraman ini, merupakan respon salah satu tokoh muda Dayak Maanyan yang pernah menjadi Dewan Penasihat acara PBB yang fokus di bidang lingkungan United Nations Environment Programme (UNEP) Stockholm 50+ Conference di Swedia tahun 2022 tersebut, atas beredarnya video dugaan pelanggaran pengelolaan lingkungan hidup oleh salah satu PBS di Bumi Dahani Dahanai Tuntung Tulus.

Senada, Ketua DPD Lembaga Pecinta Lingkungan Hidup Nusantara (LPLHN) Kalteng, Nanang Suhaimi, meminta semua perusahaan yang tidak mengindahkan pengelolaan lingkungan hidup yang baik untuk menghentikan aktivitas mereka.

“Saya berharap semua perusahaan yang tidak menjalankan terkait pengendalian lingkungan dan pencegahan. Terkait adanya pencemaran lingkungan dari aktivitas produksi mereka, maka pemerintah harus memberikan tindakan tegas terhadap perusahaan yang melakukan pencemaran tersebut,” tegas dia.

Bahkan dia mengancam akan melaporkan ketidakseriusan pemerintah daerah dalam pengawasan pengelolaan lingkungan hidup oleh PBS yang ada di Kalteng.

“Dan apabila pemerintah daerah tidak tegas terhadap pelanggar lingkungan, maka saya selaku Ketua LPLHN akan melaporkan mereka ke pusat,” tandasnya.

Foto : Aktivitas penambangan emas ilegal dan citra satelit di wilayah Pujon, Kecamatan Kapuas Tengah, Kabupaten Kapuas, Kalteng.

 

Data dilansir oleh Global Forest Watch (GFW), Kerusakan hutan di Kalimantan Tengah (Kalteng) sangat signifikan, dengan data menunjukkan kehilangan hutan alam mencapai sekitar 2 juta hektare antara tahun 2000-2024 akibat konversi ke perkebunan sawit, tambang, dan Hutan Tanaman Industri (HTI), menyebabkan masalah lingkungan seperti banjir dan emisi karbon, meskipun ada upaya rehabilitasi yang terus dilakukan. Data terbaru menunjukkan Kalteng menjadi salah satu penyumbang deforestasi nasional di tahun 2024, dengan luas kehilangan sekitar 33 ribu hektare, dan potensi deforestasi lanjutan masih membayangi dari izin-izin perusahaan yang ada.

Data Kunci Kerusakan Hutan Kalteng:

Periode 2000-2024: Kehilangan hutan alam mencapai sekitar 2 juta hektare (dari sekitar 12 juta hektare menjadi 10 juta hektare).

Tahun 2000-2019: Hutan alam menyusut dari 10.145.383 hektare menjadi 8.235.186 hektare, dengan deforestasi terluas di tahun 2016 (215.154 ha) dan 2007 (194.445 ha).

Tahun 2024: Kalimantan Tengah berada di posisi ketiga nasional deforestasi, dengan kehilangan sekitar 33.000 hektare hutan alam.

Penyebab Utama: Perkebunan sawit, pertambangan, dan Hutan Tanaman Industri (HTI) menjadi kontributor utama konversi lahan.

Dampak: Peningkatan risiko bencana seperti banjir yang terjadi setiap tahun, serta ancaman kepunahan spesies langka.

Ini merupakan ironi, di satu sisi aktivis lingkungan pendiri Yayasan Kalaweit Aurélien Francis Brulé atau yang dikenal sebagai Chanee Kalaweit yang merupakan seorang pendatang asal Eropa, berjuang menjaga kelestarian hutan dan lingkungan di Kalteng, sementara di sisi lainnya para pemangku kebijakan yang merupakan putra asli daerah, tutup mata dan bahkan terkesan sengaja membiarkan pengrusakan terjadi.

Apakah uang dan jabatan benar- benar sudah menutup hati nurani? Sudah semestinya alam Kalimantan yang merupakan salah satu paru-paru dunia dijaga sebaik-baiknya demi anak cucu di masa depan.

Sebab penyesalan akan datang terlambat, apabila tidak memiliki kepedulian sebelum bencana itu datang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *