Beritakalteng.com, BUNTOK – Ketua DPD Lembaga Pecinta Lingkungan Hidup Nusantara (LPLHN) Provinsi Kalimantan Tengah, Nanang Suhaimi mengecam dan mengaku prihatin atas terjadinya penembakan oleh aparat kepolisian yang menewaskan pendemo di Bangkal, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah, Sabtu (8/10/2023) kemaren.
Hal tersebut disampaikan Nanang saat ditemui di Buntok, Kabupaten Barito Selatan, Minggu (8/10/2023).
Aktivis lingkungan hidup ini meminta secara khusus kepada Kapolri, untuk mengusut tuntas kasus penembakan ini dikarenakan sudah masuk ke dalam ranah pelanggaran HAM berat.
Menurut dia, aparat penegak hukum tidak seharusnya menggunakan kekerasan apalagi sampai menghilangkan nyawa masyarakat yang menuntut hak mereka.
“Kami minta kepada Kapolri Jendral Listiyo Sigit Prabowo segera mengusut tuntas kasus ini. Karena ini sudah masuk ke dalam ranah pelanggaran HAM berat!” tegasnya.
“Tidak seharusnya Kepolisian melakukan tindakan kekerasan apalagi sampai berakibat menghilangkan nyawa masyarakat yang menuntut hak mereka di atas tanah leluhur mereka!” tambah Nanang lagi.
Dijelaskan Nanang, sebagaimana tertuang di UU nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Peraturan Pemerintah nomor 2 Tahun 2003 Tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Republik Indonesia, siapapun polisi yang hadir dan bahkan Kapolres Seruyan dan Kapolda Kalteng selaku perwira tertinggi di daerah harus dicopot.
“Kami minta supaya Kapolres Seruyan dan Kapolda Kalteng dicopot dari jabatannya dan diproses secara hukum yang berlaku! Karena mereka yang paling bertanggung jawab atas kasus ini,” tukasnya.
Selain itu, Nanang juga meminta kepada pemerintah provinsi dan DPRD provinsi Kalimantan Tengah, untuk membentuk Pansus penyelesaian sengketa antara masyarakat dengan perusahaan perkebunan sawit yang ada di Kalteng umumnya dan khususnya yang terjadi di Bangkal tersebut.
“Kami juga meminta kepada DPRD dan Pemerintah Provinsi Kalteng untuk segera membentuk Pansus guna menyelesaikan persoalan sengketa antara masyarakat dengan perusahaan tersebut, agar jangan terulang lagi hal-hal semacam ini,” pinta dia.
“Pemerintah jangan pernah tutup mata terhadap hak-hak masyarakat, apalagi ini menyangkut hak mereka di atas tanah leluhur mereka,” tambah Nanang lagi.
Dia juga berharap supaya permasalahan ini bisa cepat terselesaikan dengan baik dan apa yang menjadi tuntutan masyarakat di wilayah tersebut menyangkut hak mereka bisa segera direalisasikan.
“Kita berharap supaya permasalahan ini bisa cepat selesai dan apa yang menjadi tuntutan warga bisa terpenuhi,” harapnya.
Pernyataan ini merupakan sikap LPLHN yang prihatin atas peristiwa penembakan oleh aparat kepolisian terhadap warga Bangkal yang menuntut hak mereka yaitu plasma di luar Hak Guna Usaha (HGU) PT. Hamparan Masawit Bangun Persada (HMBP).
Sebagaimana diketahui melalui pers rilis yang digelar oleh Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Tengah Bayu Herinata pada Minggu (8/10/2023), aksi sudah dilakukan sejak 16 September 2023. Warga menuntut dua hal pada perusahaan.
“Pertama, tuntutan [kebun] plasma 20 persen (dari total HGU), sejak berdiri perusahaan belum melakukan. Kemudian, menuntut lahan warga yang di luar HGU (Hak Guna Usaha) dikembalikan pada mereka,” terangnya.
Dijelaskan Bayu, mediasi sebenarnya telah dilakukan, tapi belum membuahkan kesepakatan. Sehingga, warga berinisiatif melancarkan tuntutan lebih keras.
Namun sayang tuntutan itu sendiri, tidak pernah difasilitasi oleh pemerintah kabupaten. Justru pemerintah menempatkan aparat kepolisian di wilayah perusahaan dan ini dianggap sebagai bentuk intimidasi terhadap aksi warga.
Akibatnya warga pun memblokade jalan di luar HGU sehingga menghambat operasional perusahaan.
“Tanpa ada dasar jelas, enggak ada pemicu, pemantik atau aksi massa, aparat melakukan tindakan represif, (pakai) gas air mata dan peluru, senjata api,” ungkap Bayu.
“Info di lapangan, dokumentasi yang beredar di medsos, ada kiriman, jelas sekali ada instruksi yang tegas dari komandan, yang menyatakan melakukan tindakan penembakan massa di lapangan.”
Salah satu instruksi yang terdengar merupakan terkait persiapan memakai senjata AK. Bayu menyebut ada perintah untuk membidik kepala warga atau peserta aksi.
Akibat bentrokan tersebut, sebanyak tiga warga terkena tembakan. Satu orang meninggal di lokasi, satu orang kritis, dan satu orang masih belum diketahui kondisi terbarunya sebab dilarikan ke rumah sakit.
Usai bentrokan terjadi, massa aksi mengevakuasi diri. Bayu menerima informasi bahwa ada sebanyak 11 warga yang ditangkap. Menurutnya, penangkapan ini tidak memiliki dasar.
“Kami mendesak aparat, kepolisian Seruyan, Kalimantan Tengah, untuk segera membebaskan warga yang ditangkap,” tegasnya.(sebastian)