BeritaKalteng.com, MUARA TEWEH – Viralnya video tentang perdebatan antara karyawan PT. Multi Tambangjaya Utama (MUTU) dengan sejumlah warga dari Kabupaten Barito Utara yang memaksa masuk areal tambang pada Rabu (19/11/2025) lalu, menyisakan pertanyaan siapa sebenarnya yang berhak atas lahan di kawasan bernama Sualang itu?
Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh Kantan Ringga Maja kepada awak media melalui pesan singkat, Minggu (24/11/2025), warga yang berdomisili di Ampah, Kecamatan Dusun Tengah, Kabupaten Barito Timur ini mengklaim dengan tegas bahwa lahan tersebut adalah hak dia dan keluarganya.
Jumlah lahan yang diklaim oleh Kantan Ringga Maja dkk adalah seluas 251 hektar dengan rincian, 218,9 hektar milik Kantan dan keluarga, sementara sisanya yakni 32,1 hektar adalah milik kelompok lainnya yang juga berada di satu hamparan dengan milik Kantan.
“Penggarap awal kami sekeluarga, 218,9 Ha, sekarang oleh kerjasama mereka yang lain dan kami bergabung dalam perjuangan ini adalah 62 orang, untuk tanahnya (keseluruhan) adalah seluas 251 Ha,” tulisnya dalam bahasa daerah Ma’anyan, Minggu (24/11/2025).
Diceritakan Kantan, lahan tersebut sudah digarap oleh kelompoknya sejak tahun 2008, dan pada tahun 2020 pihaknya sudah pernah mendatangi managemen PT. MUTU guna menawarkan pelepasan lahan yang memang masuk ke dalam wilayah Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) perusahaan pertambangan batu bara tersebut.
“Lahan itu kami laporkan habis kepada PT. MUTU, bahwa siap untuk dibebaskan. Tapi ternyata pada tahun 2022, kami ketinggalan,” cerita dia.
“Pada tahun 2023 baru kami tahu bahwa lahan itu sudah dibayar kepada mereka Muara Mea, padahal mereka Muara Mea itu tidak pernah menggarap lahan tersebut, makanya kami marah,” sambung Kantan lagi.
Diakui Kantan, akibat persoalan itu pihaknya telah melakukan 15 kali pemortalan di lokasi yang menjadi sengketa.
“Mereka desa Muara Mea itu beralaskan hak pada kelompok tani Oleng Mea, sementara aktivitas kelompok tani itu tidak pernah ada, baik itu bercocok tanam, menebang, maupun kegiatan lainnya tidak pernah ada,” bebernya.
“Mereka (Oleng Mea) itu cuma di atas meja (pembuatan dokumen) sebagai dasar PT. MUTU itu ganti rugi,” tuding Kantan menambahkan.
Menurut dia, ganti rugi yang diberikan oleh PT. MUTU kepada kelompok tani Oleng Mea pada tahun 2022 lalu, merupakan sebuah kesalahan dan tidak tepat, dikarenakan lahan tersebut berada di wilayah Desa Tongka, Kecamatan Gunung Timang, bukan berada di desa Muara Mea, Kecamatan Gunung Purei.
“Sebagaimana tercantum di Perda Tahun 2012, tanah itu masuk Tongka, tapi proses ganti rugi bermasalah oleh PT MUTU dari desa Muara Mea. Makanya kades Tongka minta penegasan sama Bupati Barito Utara, hal batas desa,” tutur dia.
Apalagi menurut Kantan, akibat sejumlah kasus dugaan pembebasan lahan bermasalah di PT. MUTU, pelaksana pembebasan yakni GJ. Oroh dan Sumarling pernah diperiksa oleh aparat penegak hukum.
“Makanya gara-gara kasus pembebasan lahan itu, para pelaksananya (pembebasan) diperiksa oleh Polda Kalimantan Tengah pada tahun 2023, itu kasusnya,” ungkapnya.
“Jadi pembebasan oleh mereka PT. MUTU itu tidak benar, tetapi mereka PT. MUTU itu tetap bertahan karena mereka sudah bayar. Itu kasusnya yang membuat kami (dengan PT. MUTU) bertabrakan sekarang,” imbuhnya.
Dia menuding bahwa surat yang digunakan oleh kelompok tani Oleng Mea adalah palsu dan terindikasi pidana, sebab apa yang tertera di surat tidak sesuai dengan apa yang ada di lapangan.
“Mereka itu tidak ada dasarnya membebaskan dari Muara Mea, karena mereka hanya menggunakan surat bodong. Surat penguasaan fisik tanah untuk bertani, untuk bertanam, sementara prakteknya di lapangan itu tidak ada!” tuding Kantan kesal.
“Kami merasa menggarap, kami merasa merawat, kami merasa menanam, tapi kami yang dipinggirkan. Makanya kami tidak takut sama sekali,” tukas dia lagi.
Pada pertemuan antara kelompoknya dengan managemen PT. MUTU yang dihadiri oleh Kapolres Barito Utara, AKBP Singgih Febiyanto di wilayah Swalang, Kamis (20/11/2025), anak perusahaan Petrindo Jaya Kreasi itu berjanji akan melaksanakan mediasi kembali dengan Kantan Ringga Maja dkk pada tanggal 1 Desember 2025 di Muara Teweh dan dihadiri langsung oleh Direktur Operasional PT. MUTU.
“Makanya kami tidak bisa dipidana, karena kami mempertahankan hak. Landasan hukumnya adalah UU Minerba, yang dipakai PT. MUTU itu adalah Pasal 162, barangsiapa yang menghalangi kegiatan pertambangan akan dipidanakan,” terangnya.
“Tapi mereka lupa, bahwa mereka belum mengganti rugi tanah kami, Pasal 135 dan Pasal 136. Walaupun PT. MUTU sudah memenuhi Pasal 135 yaitu pada waktu eksplorasi mereka mengundang kami dan salah satu pemilih tanah itu yakni H. Digil diikutsertakan selama enam bulan dan digaji waktu eksplorasi dulu, tapi pada Pasal 136 mereka tidak mengganti rugi dari kami,” tegas Kantan.

Diungkapkan oleh Kepala Desa Tongka, Edi Sumantri, mengakui bahwa lahan milik Kantan dkk merupakan masuk klaim di dalam empat desa yang ada di tiga kecamatan di dua kabupaten berbeda, yaitu Desa Muara Mea, Kecamatan Gunung Purei, Desa Tongka, Kecamatan Gunung Timang, Kabupaten Barito Utara, serta Desa Ngurit dan Desa Malungai Raya, Kecamatan Gunung Bintang Awai, Kabupaten Barito Selatan.
“Masalah klaim itu ada 4 desa, terutama desa Muara Mea, Malungai Raya, Ngurit dan Tongka, (namun) setelah operlay, ternyata lahan berada di dalam wilayah Tongka, Gunung Timang. Punya mereka memang ada juga hak kelola itu,” jelasnya.
Pembebasan lahan dimaksud, beber Edi terjadi pada tahun 2022 lalu di masa jabatan Kades terdahulu, yakni Bambang Ali Topan selaku Kades Tongka dan Jaya Pura selaku Kades Muara Mea.
“Nah itu pada jaman kades Bambang Ali Topan di Tongka, Muara Mea si Jaya Pura. Yang jelasnya mereka itu tahunya dalam bahasa mereka adalah Sualang, tapi pas kami ke lokasi ternyata itu adalah Saing Lampung, Pulau Liang. Kami dari sebelum merdeka segala kepala Tulang Sandung kami ada di situ,” terangnya.
“Kalau bahasa perusahaan, itu namanya Sualang, tapi kalau bahasa kami itu adalah Saing Lampung, lahan mereka Kantan itu masuk wilayah tersebut, dan itu ada Perdanya, sebelahnya masuk Gunung Timang, sebelahnya masuk Gunung Purei,” rinci Edi menambahkan.
Sementara itu, pernyataan berbeda disampaikan oleh Kades Muara Mea, Barlin yang mengatakan bahwa lahan tersebut bukan di wilayah Tongka, akan tetapi masuk ke dalam wilayah Muara Mea dan Desa Bintang Ara, Kecamatan Gunung Bintang Awai, Barsel.
“Wilayah Tongka tidak sampai wilayah itu. Itu sudah ada kesepakatan, kami berbatasan dengan desa Bintang Ara,” terangnya.
Perbatasan tersebut menurut dia tertuang dalam surat kesepakatan antara Desa Muara Mea dengan sejumlah desa persambitan yang dilaksanakan pada tahun 1981, 1990, 2000, 2002, 2005, 2008, 2009, 2016 dan 2025.
Sedangkan, tegas dia lagi, Perda tahun 2012 yang dimaksud oleh Kades Tongka tidak bisa dijadikan dasar klaim sebagai tata batas desa, karena Perda itu hanya mengatur tentang pemekaran kecamatan.
“Iya, tidak masalah mereka mengklaim dasar Perda, karena Perda itu tidak ada mengatur tentang batas, itu mengatur tentang pemekaran kecamatan pak,” tukasnya.
“Kami sudah koordinasi dengan pihak Pemda, Peta itu belum bisa di pakai acuan, masih ada kekurangannya, dan peta itu tidak sesuai dengan hasil kesepkatan antara desa,” tambah Barlin menjelaskan.

Sebelumnya, sekelompok warga berjumlah puluhan orang yang dipimpin oleh warga Ampah, Kabupaten Barito Timur, Kantan Ringga Maja, memaksa masuk areal tambang PT. MUTU dengan menggunakan 1 (satu) unit mobil pick up berwarna putih, Rabu (19/11/2025).
Kedatangan sekelompok warga ini hendak menuju lokasi Sualang, dengan tujuan melakukan portal untuk menghentikan pekerjaan PT. MUTU.
Persoalan ini adalah upaya Kantan Ringga Maja dkk yang hendak memaksa PT. MUTU segera melakukan pembayaran klaim lahan seluas 251 Ha di dalam Desa Tongka, Kecamatan Gunung Timang, Kabupaten Barito Utara.
Sebelumnya, klaim lahan Kantan Ringga Maja dkk seluas 220 Ha terletak di Desa Muara Mea, Kecamatan Gunung Purei, Barito Utara. Dari data yang ada, klaim lahan Kantan Ringga Maja dkk bertambah seluas 31 Ha, dimana sebenarnya lahan itu berada di wilayah Desa Muara Mea, namun saat ini diklaim masuk Desa Tongka.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, Kantan Ringga Maja menyatakan bahwa rencana penghentian kegiatan PT. MUTU sudah disetujui oleh Kades Tongka, Edi Sumantri.
Sementara itu, faktanya sampai saat ini antara Desa Tongka dan Desa Muara Mea masih belum mencapai kesepakatan penentuan tata batas desa, setelah melakukan 2 (dua) kali mediasi.
Mediasi terakhir dilakukan di Kecamatan Gunung Timang, kesepakatannya adalah tidak ada penahanan aktivitas atas kegiatan investasi yaitu PT. MUTU dalam bentuk apapun.
Namun, Kantan Ringga Maja yang menyatakan bahwa lahannya saat ini masuk dalam Desa Tongka berani melakukan rencana penghentian aktivitas perusahaan PT. MUTU dengan cara melakukan portal.
Menurut data, lahan yang diklaim oleh Kantan Ringga Maja dkk ini, masuk dalam Kawasan Hutan dan telah dilakukan pemberian tali asih kepada Kelompok Tani Oleng Mea dari Desa Muara Mea pada tahun 2022.
Diterangkan oleh Kepala Teknik Tambang (KTT) PT. MUTU, Ari Tri Atmoko, perwakilan PT. Mutu telah berusaha menjelaskan tentang hal ini, namun Kantan Ringga Maja dkk tidak mau tahu dan memaksa masuk dari jalan houling melalui Pos Murai 2.
“Video yang beredar adalah buatan dari salah seorang dari Kelompok Pak Kantan Ringga Maja, dimana dia memaksa minta surat izin untuk melintas guna menghentikan aktiviatas PT. MUTU dengan cara portal di Swalang dan ijin melintas tidak diberikan, sehingga terjadi sedikit keributan,” ungkap dia.
Dikatakan Ari, PT. MUTU sangat menyayangkan sikap kelompok masyarakat tersebut, pasalnya berdasarkan UU Nomor 3 Tahun 2020, yang merupakan perubahan dari UU Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Minerba, PT. MUTU memiliki otoritas di kawasan yang masuk dalam wilayah Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) mereka, terkait izin memasuki areal pertambangan.
“Sebenarnya berdasarkan UU Minerba, tidak boleh sembarangan keluar masuk areal pertambangan, harus mengantongi perizinan terlebih dahulu, dan yang memiliki kewenangan untuk memberikan izin tersebut adalah PT. MUTU sebagai pemilik IPPKH,” tegasnya.
Dia menerangkan, tidak ada terjadi kekerasan apapun pada saat itu dari PT MUTU, salah seorang pekerja hanya keberatan atas video yang dibuat tanpa izin, hanya berusaha untuk merebut gawai yang digunakan untuk merekam dan menyebarkan video tanpa izin tersebut.
Ari menjelaskan, apa yang dilakukan oleh kelompok Kantan Ringga Maja dkk telah menyalahi kesepakatan mediasi yang dilaksanakan pada tanggal 03 November 2025 di Kecamatan Gunung Timang, yaitu antara Desa Tongka dan Desa Muara Mea.
“Padahal berdasarkan hasil mediasi antara desa Muara Mea dan desa Tongka pada 03 November 2025 lalu, telah disepakati bahwa tidak boleh ada gangguan dalam bentuk apapun terhadap aktivitas PT. MUTU terkait persoalan ini,” bebernya.
Informasi yang didapat, bahwa Surat Keterangan Tanah (SKT) yang dipergunakan Kantan Ringga Maja atas nama Abdul Rahman alias Digil akan dibatalkan oleh Kades Tongka, Edi Sumantri, kerena belum ada penentuan batas secara pasti untuk batas Desa Tongka dan Desa Muara Mea.
BeritaKalteng.Com Bersama Membangun Kalimantan Tengah