Foto : Kapolsek Dusun Utara, IPDA Edisono, memberikan imbauan sebelum pengukuran dan pengecekan lahan milik Fiktoriadi Cs yang diklaim oleh Lionedi, Minggu (16/11/2025).

PT. Dahlia Biru Janji Akan Membayar Hak Fiktoriadi Cs Apabila Urusan Dengan Lionedi Selesai

Beritakalteng.com, BUNTOK – Direktur Utama PT. Dahlia Biru, Muhammad Ali berjanji akan melakukan pembayaran ganti rugi atau tali asih terhadap Fiktoriadi Cs apabila persoalan sengketa hak pengelolaan di atas lahan di Desa Talekoi, Kecamatan Dusun Utara, Kabupaten Barito Selatan dengan ahli waris Atoh (Alm), Lionedi bisa diselesaikan.

“Itu belum kelar antara keduabelah pihak (antara Fiktoriadi Cs dengan Lionedi),” imbuhnya melalui pesan singkat, Selasa (18/11/2025).

“Kalau perusahaan tidak ada masalah siapa yang bener, perusahaan pasti dibayari,” janji Haji Ali menambahkan.

Selain itu, Haji Ali juga menegaskan bahwa perusahaan akan netral terhadap persoalan yang ada di antara Fiktoriadi Cs dan Lionedi.

“Kami ini dari perusahaan akan berdiri di tengah, tidak memihak siapapun, kami pasti akan membayar lahan itu kalau sudah selesai persoalan antara Apik dan Lionedi itu,” tegasnya melalui sambungan telepon.

“Kami sekarang lebih berhati – hati, supaya kedepannya tidak ada lagi muncul masalah semacam ini. Supaya jelas siapa yang memang benar – benar berhak dibayarkan ganti rugi tali asih itu,” tukas Haji Ali menambahkan.

“Jangan nanti setelah dibayar, ternyata ada lagi yang mengaku – ngaku tanah itu, jadi kami bayar dua tiga kali di lahan yang sama,” ujarnya.

Foto : Direktur Utama PT. Dahlia Biru, H. Muhammad Ali, hadir di lapangan pada pelaksanaan pengecekan dan pengukuran lahan milik Fiktoriadi Cs, Minggu (16/11/2025).

 

Menanggapi hal tersebut, Fiktoriadi mengatakan bahwa sebenarnya pernyataan Haji Ali tersebut bertentangan dengan isi perjanjian pada tanggal 15 Oktober 2025, di mana pada mediasi yang dilaksanakan di Polres Barsel itu, PT. Dahlia Biru bersedia melakukan pembayaran kepada mereka dengan skema ganti rugi hitung tanam tumbuh harga seusai aturan yang berlaku.

“Ini sebenarnya bertentangan dengan kesepakatan yang ada waktu mediasi di Polres Barsel Oktober lalu. Waktu itu mereka (PT. Dahlia Biru) mengakui akan melakukan pembayaran dengan skema ganti rugi tanam tumbuh sesuai aturan yang berlaku,” cerita dia.

Dia kemudian menyesalkan sikap Haji Ali yang terkesan sengaja berbelit – belit dan berusaha menghindar dari tanggung jawab penyelesaian persoalan ini. Pasalnya, beber pria yang akrab disapa Apik ini lagi, sebelumnya pihak PT. Dahlia Biru melalui humas perusahaan dan General Manager mereka waktu itu, Bimbo, telah pernah mengakui juga hendak melakukan pembayaran terhadap lahan dimaksud.

“Namun bukannya dibayar, kami bersama sejumlah warga lainnya malah diadukan oleh Rahman kepada pihak Polres Barsel, dikarenakan memasang batas di atas lahan kami yang tergarap oleh perusahaan, dengan tuduhan merintangi dan menghalangi pertambangan. Padahal lahan kami digusur, tanam tumbuh di atasnya dirusak, hak kami dirampas tanpa dibayar, itu sampai detik ini tidak juga dipertimbangkan,” bebernya kesal.

Foto : Didampingi oleh aparat Polsek Dusun Utara, TNI, Kehutanan, sejumlah masyarakat dan aparat pemerintah desa Talekoi, pengukuran dan pengecekan lahan milik Fiktoriadi Cs di Talekoi, Minggu (16/11/2025) berlangsung damai.

 

Haji Muhammad Ali selaku direktur utama PT. Dahlia Biru pada saat mediasi pertama yaitu tanggal 15 Oktober 2025 telah mengeluarkan pengakuan terkait lahan yang dipersoalkan tersebut adalah hak kelolanya benar milik Fiktoriadi Cs dan ahli waris Yustina/Eren (Alm), sebagaimana pengakuan para saksi persambitan yakni Miak dan Sinderman, serta dikuatkan oleh pernyataan dari Kepala Desa Talekoi, Winariadi.

Hasil mediasi tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan perjanjian pembayaran tali asih atau ganti rugi oleh PT. Dahlia Biru kepada para pihak yang menuntut itu, dengan skema pembayaran hitung tanam tumbuh sesuai aturan yang berlaku kepada Fiktoriadi Cs dan para ahli waris Yustina/Eren (Alm), serta ganti rugi hitung global lahan kepada Miak dan Sinderman dengan harga Rp.2.750,- per meter persegi.

Pada tanggal 16 Oktober 2025, PT. Dahlia Biru memenuhi janji mereka dengan melakukan pembayaran kepada Miak dan Sinderman di kediaman Haji Muhammad Ali di Jl. Asam, Buntok – Palangka Raya, Kelurahan Buntok Kota, Kecamatan Dusun Selatan, Barsel.

Sementara itu, untuk Fiktoriadi Cs dan ahli waris Yustina/Eren (Alm) PT. Dahlia Biru bersama – sama para pihak melakukan penghitungan jumlah tanam tumbuh ke lapangan pada tanggal 18 November 2025, selanjutnya rombongan melakukan rapat menyepakati jumlah tanam tumbuh di kediaman Haji Muhammad Ali di Jl. Asam, Buntok di hari yang sama.

Pada pertemuan tersebut, Haji Muhammad Ali mengakui bahwa jumlah tanam tumbuh yang siap dibayarkan oleh pihaknya adalah 150 pokok sawit milik Fiktoriadi Cs, sedangan di lahan milik ahli waris Yustina/Eren (Alm) adalah pohon karet sebanyak 876 pokok.

Pada saat itu pihak Fiktoriadi Cs dan ahli waris Yustina/Eren (Alm) meminta pembayaran ganti rugi tanam tumbuh berdasarkan pada SK Bupati Barsel Nomor 73 Tahun 2014, sebagai satu-satunya aturan yang berlaku di Bumi Dahani Dahanai Tuntung Tulus terkait ganti rugi tanam tumbuh di lahan warga.

Kemudian Haji Muhammad Ali meminta waktu kepada pihak Fiktoriadi Cs dan para ahli waris Yustina/Eren (Alm) untuk berkonsultasi dengan pihak – pihak atau instansi terkait guna menentukan kebenaran SK Bupati Barsel Nomor 73 Tahun 2014 tersebut.

Namun, hingga tanggal 1 November 2025, pihak PT. Dahlia Biru tidak juga menepati janji mereka untuk melakukan pembayaran ganti rugi kepada Fiktoriadi Cs dan ahli waris Yustina/Eren (Alm). Dan bahkan menurut data yang berhasil dihimpun, pihak PT. Dahlia Biru menawarkan ganti rugi menggunakan dasar peraturan dari Kabupaten Barito Timur dan Katingan, yang mana hal ini ditolak oleh Fiktoriadi Cs dan para ahli waris Yustina/Eren (Alm) karena bukan aturan yang berlaku di Barsel.

Akibat hal tersebut, pada tanggal 2 November 2025, baik Fiktoriadi Cs maupun ahli waris Yustina/Eren (Alm) melayangkan aduan masyarakat ke Polres Barsel atas tindakan PT. Dahlia Biru yang diduga dengan sengaja mengingkari kesepakatan hasil mediasi pada tanggal 15 Oktober 2025 di Polres Barsel yang dipimpin langsung oleh Kasatreskrim IPTU Doni Ardi Syaputra, S.Tr.K.

Kemudian, pada tanggal 4 November 2025, dilakukan lagi mediasi kedua antara PT. Dahlia Biru dengan Fiktoriadi Cs dan ahli waris Yustina/Eren (Alm) yang diwakili oleh Melisa Apriliyani. Pada mediasi ini, PT. Dahlia Biru bersepakat melakukan pembayaran dengan sejumlah perjanjian yang disepakati oleh semua belah pihak.

Kesepakatan terbagi jadi dua versi, yaitu pertama adalah antara PT. Dahlia Biru dengan pihak ahli waris Yustina Juana (Alm), dengan ketentuan bahwa pihak perusahaan mengakui bahwa benar tanah Yustina Juana yang mereka garap sekarang belum dibayarkan dan bersepakat harga ganti rugi tanam tumbuh menggunakan ketentuan Surat Keputusan Bupati Barsel Nomor 73 Tahun 2014.

Untuk jumlah tanam tumbuh yang harus diganti rugi adalah berupa tanaman karet sebanyak 800 pokok. Pembayaran selambat – lambatnya tanggal 10 November 2025. Dengan ketentuan, lahan yang sudah digarap oleh PT. Dahlia Biru menjadi jalan houling, dilepaskan menjadi hak perusahaan.

Apabila terjadi pelanggaran terhadap kesepakatan ini, maka akan menimbulkan konsekuensi hukum perdata maupun pidana.

Sementara itu, untuk kesepakatan dengan Fiktoriadi Cs, Direktur Utama PT. Dahlia Biru, Muhamad Ali, bersedia melakukan pembayaran tali asih apabila pihak Fiktoriadi Cs telah menyelesaikan persoalan sengketa lahan antara mereka dengan ahli waris dari Atoh (Alm) yang mengklaim kepemilikan lahan di lokasi yang sama.

Pihak perusahaan dengan Fiktoriadi Cs bersepakat untuk melakukan verifikasi ulang terkait jumlah dan jenis tanam tumbuh, dengan melibatkan tim teknis dari Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan, selambat – lambatnya satu minggu setelah mediasi dilaksanakan.

Harga ganti rugi ditentukan dengan usia tanam tumbuh, sebagaimana yang tercantum di dalam SK Bupati Barsel Nomor 73 Tahun 2014.

Pihak PT. Dahlia Biru diwajibkan melakukan pembayaran apabila 4 poin kesepakatan di atas telah dilaksanakan dan selesai. Apabila terjadi pelanggaran, maka berakibat pada penindakan hukum baik secara perdata maupun pidana.

Hingga pada akhirnya pengukuran dan pengecekan lahan bersama dilaksanakan pada Minggu (16/11/2025), Lionedi masih bersikeras mengklaim lahan yang diakui oleh Apik itu adalah milik almarhum orangtuanya yaitu Atoh.

“Aku bingung kita yang sudah jelas-jelas punya bukti persambitan, dan bukti tanam tumbuh, kok tetap kalah melawan orang yang cuma ngaku pakai mulut tanpa memiliki bukti maupun tanam tumbuh,” sesal Apik.

“Hari itu (Minggu) saksi-saksi sudah hadir, bukti tanam tumbuh ada, cuma pernyataan dari si Leonadi itu tanah dia, mengaku bahwa kami menanam di tanah dia. Tapi ketika kami minta buktikan, yang bersangkutan tidak bisa menunjukkan, mungkin karena SKT diduga tidak sah yang dikeluarkan mereka. Itu yang malah diakui oleh pihak perusahaan,” tandasnya.

Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, Lionedi ketika dikonfirmasi melalui pesan singkat dan sambungan telepon, tidak juga memberikan jawaban.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *