Foto : Melalui RDP di DPRD Barsel, terungkap fakta bahwa sudah ada dua orang di daerah setempat yang meninggal dunia akibat terkena rabies, dua kasus tersebut terjadi di bulan November 2022 dan Januari 2023.

Ternyata Sudah Ada Dua Orang Meninggal Dunia di Barsel Karena Rabies

Foto : Melalui RDP di DPRD Barsel, terungkap fakta bahwa sudah ada dua orang di daerah setempat yang meninggal dunia akibat terkena rabies, dua kasus tersebut terjadi di bulan November 2022 dan Januari 2023.

Beritakalteng.com, BUNTOK – DPRD Kabupaten Barito Selatan prihatin terhadap Satuan Organisasi Perangkat Daerah (SOPD) setempat yang terkesan menutupi kasus rabies, padahal sudah menelan korban jiwa sebanyak dua orang.

Keprihatinan ini disampaikan oleh Ketua DPRD Barsel, HM. Farid Yusran usai memimpin Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara DPRD dengan SOPD terkait dengan agenda penanganan kasus rabies di Buntok, Selasa (4/7/2023).

Diungkapkan Farid, berdasarkan data dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Barsel, dari 32 kasus gigitan anjing tersebut, sudah ada beberapa kasus positif rabies dan bahkan dua diantaranya menelan korban jiwa, yakni peristiwa di Tabak Kanilan, Kecamatan Gunung Bintang Awai (GBA) pada bulan November tahun 2022 dan di Ruhing Raya, GBA pada bulan Januari tahun 2023.

“Kita prihatin ya, bahwa sejak akhir tahun 2022 di Barito Selatan ini ternyata kasus suspect penyakit rabies itu tinggi, artinya yang terkena gigitan anjing itu sangat tinggi,” ungkapnya.

“Walaupun yang menjadi penyakit rabies itu hanya ada beberapa. Ini terbukti bahwa yang mati itu di bulan November 2022 satu (orang), di bulan Januari 2023 satu,” sambung Farid menerangkan.

“Belum ada yang tahu kan? Nah itu, makanya. Padahal status KLB kita sejak Januari 2023. Yang terdiagnosa rabies itu dua, kemudian yang lain itu kasus gigitan hewan penular rabies, tetapi tidak menjadi rabies. Tetapi ini kan satu pun berbahaya, apalagi ini ada dua yang meninggal,” sesalnya.

Yang justru semakin menambah keprihatinan dewan, kata Farid lagi, adalah SOPD yang sangat lamban dan minim melakukan penanganan di lapangan.

Lamban dan minimnya penanganan itu, sambungnya, merupakan akibat koordinasi dan kerjasama antar SOPD yang tidak terkoordinir dengan baik.

“Hal ini tidak terkoordinir dengan baik oleh kawan-kawan SOPD ini. Sehingga angka gigitan hewan penular rabies (GHPR) itu tinggi. Malah di bulan Juni 2023 tinggi sekali menjadi 32 kasus. Sepuluh kali lipat dari bulan lalu,” sayangkan Farid.

“Artinya status KLB ini tidak ada tindakan nyata dari kawan-kawan SOPD itu. Saya mendorong agar dibentuk tim khusus, tim terpadu oleh pak (Pj) Bupati, untuk menangani ini, sehingga status KLB ini bisa cepat kita hilangkan,” tukasnya menambahkan.

Politisi PDI Perjuangan ini juga sangat menyayangkan SOPD yang dinilai tertutup perihal KLB rabies ini, sebab di Barsel sendiri masyarakat banyak yang memelihara hewan yang bisa menularkan rabies seperti anjing, kucing dan monyet.

“Kita minta kawan-kawan (SOPD) ini jangan ditutup-tutupi lah segala informasi terkait (rabies) ini. Karena di masyarakat kita ini yang memelihara hewan penular rabies ini banyak. Anjing kucing, monyet, banyak yang pelihara itu,” minta Farid.

Padahal menurut Farid, penanganan masalah ini harusnya bisa dilakukan dengan cepat, pasalnya Barsel merupakan satu-satunya daerah di Indonesia yang memiliki Peraturan Daerah (Perda) khusus yang mengatur tentang penanganan rabies.

“Kita sudah punya Perda, satu-satunya di indonesia loh. Perda Nomor 8 tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Rabies, satu-satunya di indonesia Perda itu, tapi paling tinggi kasusnya. Ini kan aneh kan?” pungkasnya.

Sementara itu, meskipun berulang kali dikonfirmasi oleh awak media, sampai berita ini diturunkan, pihak Dinkes Barsel belum juga mau memberikan keterangan apapun terkait persoalan KLB rabies ini.(Sebastian)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!
%d blogger menyukai ini: