Beritakalteng.com, PALANGKA RAYA – Peraturan Menteri pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) nomor 6 tahun 2021, tentang mekanisme penyaluran dana Bantuan Operasional Sekokah (BOS) reguler, khususnya pada BAB II pasal 3, poin 2 (d) mendapat perhatian dari kalangan legislatif Provinsi Kalteng.
Seperti yang disampaikan oleh, Ketua Komosi III DPRD Kalteng, Duwel Rawing bahwa pasal 3 poin 2 (d) dalam Permendikbud nomor 6 tahun 2021 yang mengharuskan setiap sekolah memiliki minimal 60 siswa sebagai syarat penerima dana BOS Reguler, dinilai sangat memberatkan sekolah khususnya di pelosok.
“Kalau untuk sekolah yang berada di daerah perkotaan tidak lah masalah, yang jadi persoalanya sekarang, bagaimana sekolah yang berada di daerah pelosok yang jumlah muridnya tidak memenuhi syarat penerima dana BOS leguler,” kata Mantan Bupati Kabupaten Katingan ini, (23/10/2021)
Hal inimenurutnya lagi, tidak sejalan dengan amanah Undang – Undang (UU) dasar negara Republik Indonesia, yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak. Bahkan keberadaan pasal 3 poin 2 (d), terkesan memberatkan sekolah – sekolah yang berada di pelosok Kalteng dalam memajukan dunia pendidikan.
Dirinya kembali mengutarakan pendapat bahwa keberadaan Pasal 3 poin 2 (d) tersebut, sangat tidak berpihak terhadap kemajuan pendidikan bagi sekolah yang berada di pelosok. Karena dipelosok, jumlah murid yang ditetapkan sesuai Permendikbud nomor 6 tahun 2021 jelas tidak bisa memenuhi syarat. Jangankan jumlah siswa, fasilitas belajar mengajar pun masih sangat minim.
Politisi dari Fraksi PDI Perjuangan ini berharap, agar kedepannya Pemerintah Pusat RI melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), bisa meninjau ulang Permendikbud nomor 6 tahun 2021, khususnya pada pasal 3 poin 2 (d) demi kemajuan pendidikan dan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di pelosok, sebagai ujung tombak dunia pendidikan.
“Yang kita harapkan adalah peningkatan kualitas dunia pendidikan dan SDM khususnya dipelosok. Apalagi dipelosok memiliki banyak keterbatasan seperti minimnya fasilitas maupun sarana prasarana (Sapras) belajar mengajar, bahkan masih ada yang belum tersentuh teknologi seperti jaringan seluler dan internet di era digitalisasi seperti saat ini,” pungkasnya.(a2)