BERITAKALTENG.com – SAMPIT – Komisi IV DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) meminta Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Hubla) untuk dapat turun ke daerah-daerah untuk mengevaluasi keberadaan terminal khusus (tersus) dan terminal untuk kepentingan sendiri (TUKS) Khususnya Kabupaten Kotim.
“Kami meminta Ditjen Hubla menurunkan tim monitoring terhadap tersus dan TUKS yang ada di Kabupaten Kotim, dan apabila ditemukan pelanggaran seperti ditegaskan dalam pasal 28 dan 29, maka izinnya dapat dicabut,” kata Ketua Komisi IV DPRD Kotawaringin Timur Muhammad Kurniawan Anwar, Kamis (5/8/2021).
Menurut dia, hasil kunjungan mereka di lapangan ke sejumlah terminal khusus (tersus) dan terminal untuk kepentingan sendiri (TUKS) beberapa waktu lalu, masih dijumpai pelanggaran aturan. Karena cukup banyak fasilitas yang tidak dipenuhi. Padahal itu sudah ditegaskan dalam aturan standar operasional dan prosedur tersus dan TUKS.
“Kami melihat kondisi ini memang cukup ironis, karena tersus dan TUKS yang beroperasi di daerah ini umurnya sudah cukup lama, tetapi masih saja ada syarat-syarat yang belum dipenuhi. Padahal seharusnya syarat-syarat tersebut sudah dipenuhi saat pengajuan izin. Faktanya, saat kami melihat di lapangan hingga saat ini masih ada yang belum dilengkapi,” ujar Kurniawan.
Dia juga mengatakan, Komisi IV DPRD Kotim sangat menyayangkan sikap perusahaan yang tidak mematuhi aturan tersebut. Masalah ini tidak saja terkait kewajiban yang harus dipenuhi, tetapi lebih pada berpotensi terhadap risiko yang bisa terjadi menyangkut keselamatan para pekerja dan kelestarian lingkungan.
“Operasional tersus dan TUKS sudah diatur melalui Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 20 tahun 2017 tentang terminal khusus dan terminal untuk kepentingan sendiri. Seperti pada pasal 12 ayat 1 dan 2 menerangkan prosedur pengoperasian. Dalam peraturan tersebut sudah dijelaskan secara rinci kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi dalam pengoperasian tersus dan TUKS,” ucap Kurniawan.
Menurutnya, saat melakukan kunjungan itu, ada tersus dan TUKS yang dinilai sudah cukup bagus, tetapi ada pula yang dinilai perlu pembenahan. Karena masih ada kewajiban-kewajiban yang belum sepenuhnya dilaksanakan sesuai aturan. Temuan tersebut seperti adanya klinik yang tidak memadai. Padahal menjadi salah satu syarat yang harus dipenuhi.
“Kami menilai temuan itu sangat fatal, karena kegiatan yang dilakukan umumnya berisiko tinggi. Karena berkaitan dengan operasional mesin dan peralatan yang berisiko, tetapi tidak memadainya klinik yang dimiliki,” tegas Kurniawan.
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini juga mengatakan, ada juga perusahaan yang belum menyediakan fasilitas pencegahan pencemaran seperti oil boom, skimmer, sorben, dispersant dan temporary storage. Ini sangat disayangkan. Karena insiden yang menyebabkan pencemaran bisa terjadi kapan saja sehingga harus diantisipasi dari sekarang.
“Harusnya saat studi kelayakan yang diserahkan ke Ditjen Hubla Kementerian Perhubungan, semua syarat sudah dipenuhi, dan itu seharusnya sudah dilaksanakan. Apalagi tersus dan TUKS ini sudah beroperasi lama. Kami berharap Kementerian Perhubungan memperhatikan masalah ini. Jangan sampai pengelola tersus dan TUKS mengabaikan aturan, sehingga akan menimbulkan dampak buruk terhadap pekerja, lingkungan dan masyarakat,” tutupnya. (arl)